News
Suara Keadilan dari Mantan Budak Seks ISIS Peraih Nobel Perdamaian

MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Entah apa yang ada dipikiran Nadia Murad, mantan budak seks ISIS peraih Nobel Perdamaian. Hatinya begitu baik, ia bahkan tak terpikirkan untuk balas dendam terhadap kelompok kejam yang merusak masa depannya.
Dalam National Press Club di Washington, AS, Nadia menyampaikan bahwa ia hanya menginginkan agar anggota ISIS diadili melalui persidangan, bukannya dihukum mati.
“Keadilan bagi saya adalah membawa anggota ISIS ke pengadilan dan membuat mereka mengaku semua kejahatan yang telah mereka lakukan, lalu dihukum dengan cara khusus, tapi bukan dibunuh,” kata Nadia, mengutip AFP, belum lama ini.
Jelas saja pernyataannya membuat banyak pihak kaget. Empat tahun lalu, Nadia adalah salah satu dari ribuan perempuan muda Yazidi, Irak, yang diculik ISIS dan dijadikan sebagai budak seks selama ISIS menduduki sebagian wilayah Irak.
Ia berhasil melarikan diri dari tawanan ISIS. Tapi, masih jelas dalam ingatannya, bagaimana ISIS membantai perempuan dan pria yang lebih tua, dan hanya menyisakan yang muda-muda untuk kesenangan mereka.
Saat ini, Nadia mengaku sedang fokus bersuara membela korban kekerasan seksual di Timur Tengah dan seluruh dunia.
Ia meminta semua pemerintah negara agara melawan genosida dan kekerasan seksual, memastikan akuntabilitas yang layak dan adil bagi semuanya.
“Saya tidak mungkin melakukan semua ini sendirian,” ujar Nadia.
Atas keberaniannya menyuarakan keadilan bagi kemanusiaan, PBB memberinya penghormatan yang tinggi dengan menjadikan Nadia sebagai duta besar khusus tahun 2017.
Tahun ini, ia akhirnya dianugerahi Nobel Perdamaian bersama dengan dokter Denis Mukwege yang sama-sama berstatus sebagai mantan tawanan ISIS di Irak. (Awan)