Sebelumnya, pada Selasa 16 Oktober 2018 lalu, Sohibul sempat mangkir dari panggilan polisi karena alasan ada kegiatan lain.
Kali ini, panggilan untuk Sohibul akan dilakukan pada pekan depan. Kabarnya, penyidik akan menggali unsur pidana dan mendalami kembali keterangan yang sempat diberikan Sohibul beberapa waktu lalu.
“Panggilannya minggu depan. Ya, karena sudah naik ke penyidik, kita gali lagi,” kata Dirkrimsus Polda Metro Jaya Adi Deriyan, di Jakarta, Jumat 19 Oktober 2018.
Apakah Sohibul akan mangkir lagi dari panggilan kepolisian, ataukah ia secara jantan akan datang menghadapi penyelidik? Sampai saat ini, Sohibul belum memberi jawaban atas kabar pemanggilan ulang dirinya.
Sohibul dilaporkan oleh Wakil Ketua DPR-RI Fahri Hamzah pada Maret 2018 lalu yang merasa dituduh sebagai pembohong dan pembangkang.
Kasus ini sempat dihentikan karena Fahri mencabut laporannya. Namun, Polisi tetap melanjutkan perkara ini setelah Fahri membatalkan pencabutan laporannya di Polda Metro Jaya pada Juni 2018.
Mengenai perkara ini, Sohibul Iman disangkakan Pasal 310 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik, Pasal 311 tentang Fitnah, Pasal 27 ayat 3 serta dan Pasal 45 ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (Awan)
]]>Pendaftaran dibuka sejak 4 Agustus hingga 10 Agustus 2018.
KPU mengimbau kepada para penghubung partai politik dan gabungan partai politik untuk mengabarkan kedatangannya sehari sebelum mendaftarkan bakal calon presiden dan calon wakil presindennya ke KPU.
Ketua KPU Arie Budiman mengatakan, perlunya melakukan tata cara pendaftaran di kantor KPU karena melihat lokasi yang tidak cukup besar. Sehingga, KPU tidak dapat menampung ribuan pendukung yang mungkin datang saat mendaftar.
Adapun untuk tahapannya, pendaftaran akan dibuka pada 4 Agustus hingga 10 Agustus 2018. Loket pendaftaran akan dibuka pukul 08.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB.
Sementara itu, untuk pendaftaran pada tanggal terakhir yaitu pada 10 Agustus 2018, loket pendaftaran di KPU akan dibuka sejak pukul 08.00 WIB hingga pukul 00.00 WIB.
Arief menambahkan, nantinya para capres dan cawapres yang akan mendaftarkan diri ada di aula Gedung KPU yang lokasinya berada di lantai II. Dan tak semua pendukung bisa masuk ke dalam gedung KPU.
Skema dari pengaturan pendaftaran ini telah disesuaikan dengan pengalaman KPU saat pendaftaran capres dan cawapres pada Pemilu sebelumnya. Sehingga pengalaman buruk tahun itu tidak terjadi lagi tahun ini.
]]>Saat pendaftaran ke KPU tersebut, massa pendukung biasanya sangat atraktif untuk mengekspresikan dukungannya dengan berbagai cara, salah satunya melalui atribut yang dikenakan.
Namun, lembaga pengawas Pemilu itu belum dapat memberikan sanksi apabila terdapat pelanggaran, karena saat ini belum masuk pada tahapan kampanye di Pemilu 2019.
Kapitra pun tak masalah dipanggil ‘cebong’, karena menurutnya, panggilan ‘cebong’ bukan berarti hinaan, melainkan punya interpretasi sendiri.
“Hari ini saya menjadi cebong. Silakan panggil saya cebong karena cebong dalam persepsi agama saya adalah anak katak yang selalu berzikir demi kebaikan bangsa ini, demi kebaikan umat manusia. Itu yang saya tahu dalam terminologi Islam yang saya anut. Jadi kalau itu dipanggil, itu bukan panggilan hina,” kata Kapitra Ampera di kantor DPP PDIP, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa (24/7/2018).
Keputusan Kapitra maju jadi caleg PDIP memang menimbulkan kontroversi. Dia mengaku tidak masalah dicaci maki karena masuk PDIP untuk membela ulama.
Kapitra tidak keberatan dihina karena memilih jalan berbeda dengan menjadi caleg PDIP. Dia sendiri mengibaratkan dirinya sebagai jembatan.
“Saya silakan dicaci maki atas suatu pilihan berbeda, tapi saya ingin mengatakan bahwa tujuan saya masuk PDIP untuk membela ulama, membela Indonesia,” ujarnya.
Menurut Kapitra, PDIP memberi ruang baginya untuk berjuang bagi umat Islam. Dia menegaskan, dengan bergabung ke PDIP, bukan berarti dia kafir.
“Saya masuk (PDIP) bukan menggadaikan agama saya. Bukan saya masuk PDIP saya jadi kafir,” ucap Kapitra.
]]>Pasal 182 huruf l UU Pemilu berbunyi: Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan (l) bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hafidz yang merupakan anggota DPD periode 2014-2019 menilai frasa “pekerjaan lain” mengandung ketidakjelasan makna. Ia lantas meminta MK menambahkan tafsir “fungsionaris partai politik” dalam frasa “pekerjaan lain”.
Menurut Hafidz penambahan tafsir ini dapat mencegah timbulnya konflik kepentingan antara jabatan seseorang di partai politik dan statusnya sebagai anggota DPD.
“Frasa ‘pekerjaan lain’ dalam 182 huruf I UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula pengurus (fungsionaris) partai politik,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin (23/7).
Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan majelis hakim konstitusi dalam pertimbanganya mengakui pasal tersebut tidak tegas melarang pengurus parpol mencalonkan diri sebagai calon anggota DPD. Namun sikap MK berdasarkan putusan-putusan sebelumnya selalu menegaskan bahwa calon anggota DPD tidak boleh berasal dari anggota parpol tetap berlaku.
Adapun terkait status anggota parpol yang saat ini menjabat anggota DPD, MK menyatakan keanggotaannya tetap konstitusional. Kata Palguna, putusan MK berlaku prospektif atau ke depan dan tidak berlaku surut (retroaktif).
Dengan putusan ini, maka anggota partai yang mencalonkan diri menjadi anggota DPD pada pemilu selanjutnya harus mengundurkan diri dari kepengurusan parpol. Ini berlaku juga terhadap anggota parpol yang saat ini mengisi jabatan di DPD.
Terhadap pengurus partai yang mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPD di Pemilu 2019, MK menyatakan bahwa KPU dapat memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan sepanjang telah mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik.
Pengunduran diri itu harus disertai bukti pernyataan tertulis yang bernilai hukum.
“Dengan demikian untuk selanjutnya, anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu setelahnya yang menjadi pengurus partai politik adalah bertentangan dengan UUD 1945,” ujar Palguna.
“Benar. Saya sudah mundur sejak beberapa hari lalu,” ujar TGB, Senin (23/7/2018).
Secara terpisah Hal tersebut juga diakui oleh Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahean.
Ia memastikan, pihaknya telah mendapatkan informasi bahwa TGB akan segera mundur dari posisinya sebagai kader partai tersebut.
Saat dihubungi terpisah, mantan politikus Partai Demokrat Ruhut Sitompul mendukung langkah TGB untuk meninggalkan partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.
Ruhut juga mengapresiasi keputusan TGB untuk mendukung Jokowi melanjutkan kepemimpinan hingga 2024.
“Rasanya kalau berpasangan dengan Pak Jokowi juga cocok,” kata Ruhut.
TGB yang pernah dua kali periode menjabat sebagai Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) itu kini disebut menjadi salah satu dari empat nama kuat yang akan dipilih oleh Jokowi sebagai cawapresnya pada Pilpres 2019.
Untuk diketahui, hubungan Partai Demokrat dengan TGB mulai retak sejak yang bersangkutan secara mendadak menyatakan bakal mendukung Presiden Jokowi sebagai calon presiden petahana pada Pilpres 2019. (wo)
]]>
Presiden Joko Widodo dan partai pengusungnya sampai saat ini memang belum mengumumkan perihal Cawapres yang akan mendampingi beliau pada Pilpres 2019 mendatang. Oleh sebab itu setiap pihak tidak berhak mengeluarkan pernyataan mengenai siapa calon yang akan dipilih. Presiden Joko Widodo dan partai pengusung sangat cermat menentukan Cawapres karena hal tersebut penting untuk menjamin program kerja dapat terlaksana secara optimal.
Ketua Umum PDIP Megawati menjelaskan calon wakil presiden yang akan mendampingi Joko Widodo di Pilpres 2019 sudah mulai mengerucut. Joko Widodo sudah mengantongi nama-nama cawapres. Megawati mengatakan, Jokowi menunggu momentum yang tepat untuk mengumumkannya.
PDI Perjuangan berharap cawapres Jokowi bisa turut menyukseskan program-program presiden di periode berikutnya. Hasto optimistis siapa pun cawapres yang dipilih partai-partai pendukung Jokowi akan setia digaris koalisi. “Kami sudah berpengalaman memilih pasangan capres dan cawapres, jadi kami yakin tidak akan ada parpol koalisi yang akan keluar dengan pilihan Pak Jokowi nanti,” ujarnya.
Ketum PPP Romahurmuziy (Rommy) menyatakan saat ini koalisi pendukung Jokowi tiga langkah lebih maju dibanding calon penantangnya. Hal inilah yang menyebabkan Jokowi tidak perlu cepat-cepat mengumumkan calon pendampingnya.
“Tidak perlu awal-awal memutuskan dan mengumumkan cawapres. Karena koalisi Pak Jokowi sudah tiga langkah di depan. Kita sudah memiliki formasi koalisi dengan sejumlah partai di dalamnya. Juga sudah memiliki nama capres, yaitu Pak Jokowi. Ketiga, sudah memiliki program yang merupakan kelanjutan dari visi dan misi pembangunan Pak Jokowi,” jelas Rommy.
Rommy menambahkan mengumumkan nama cawapres di menit pendaftaran juga sudah biasa di Indonesia. Ia mencontohkan pada 2009, saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi calon incumbent baru mengumumkan nama cawapresnya pada 13 Mei 2009 di Bandung.
Jokowi pun menyebut bahwa nama calon Wakil Presiden yang akan mendampinginya saat Pilpres mendatang sudah dikantonginya. Namun, sampai saat ini mantan Gubernur DKI Jakarta itu memang masih merahasiakan.
]]>
“Pendaftaran sebenarnya sudah ditutup pada Rabu (11/7), namun karena ada beberapa permasalahan dalam penetapan pemenang di berbagai daerah, maka MK masih membuka pendaftaran,” kata Kepala Biro Humas dan Protokol MK Rubiyo di Jakarta, Minggu (15/7).
MK sendiri membuka jadwal pengajuan sengketa pilkada untuk pemilihan bupati dan wali kota pada 4-7 Juli. Kemudian, pemilihan gubernur 7-11 Juli. Namun diperpanjang hingga Jumat (13/7/2018).
“Bila masih ada pendaftar yang melebihi batas waktu tersebut, tidak akan mempengaruhi jadwal persidangan sengketa Pilkada yang telah ditetapkan,” ucap dia.
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan MK, sidang pendahuluan perkara sengketa pilkada diagendakan 26 Juli. Lalu, putusan dismissal dijadwalkan tanggal 9 Agustus dan putusan akhir 18-26 September.
Pilkada Serentak 2018 digelar Rabu (27/6/2018), di 171 daerah yang terdiri dari 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota. Sebelumnya, MK membuat asumsi dari 171 daerah yang menjadi peserta Pilkada Serentak 2018, sekitar 112 daerah diperkirakan akan mengajukan permohonan perkara perselisihan hasil pilkada di MK.(WO)
]]>Penetapan presidential threshold sebesar 20 persen telah sesuai dengan UU yang berlaku.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah mengatakan aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20%-25% dalam Undang-undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, merupakan hasil dari produk demokrasi di Dewan Perwakilan Rakyat. Dia mengatakan aturan yang telah ditetapkan secara aklamasi di parlemen, jangan dianggap salah.
“Jangan ditarik-tarik seolah-olah presidential threshold 20% itu salah dan sekali lagi ini produk demokrasi yang ada di DPR,” kata Jokowi saat itu.
Jokowi heran kritik terhadap persyaratan ambang batas pencalonan presiden 20%-25% baru disampaikan saat ini. Padahal aturan ini telah diberlakukan dua kali pada pemilu 2009 dan 2014. “Kenapa dulu tidak ramai?” tanya Jokowi.
Jokowi menyatakan presidential threshold 20-25% akan membuat pelaksanaan pemilihan presiden lebih sederhana guna memastikan bahwa calon yang menang memiliki dukungan suara yang besar dari masyarakat maupun parlemen. Sebaliknya, apabila ambang batas pencalonan presiden sebesar nol persen akan menyebabkan pelaksanaan lebih kompleks karena setiap partai politik dapat mengajukan calon.
Jadi hal ini bukan merupakan penipuan maupun pengkhianatan terhadap demokrasi di Indonesia, justru meningkatkan efektifitas dari proses Pemilu.
Jokowi menegaskan, apabila ada pihak yang tak menyetujui aturan tersebut, dapat mengajukan ke Mahkamah Konstitusi. “Jadi ya silakan itu dinilai, kalau masih ada yang tidak setuju, kembali lagi bisa ke MK, inilah negara demokrasi dan negara hukum yang kita miliki,” katanya.
Di tempat terpisah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai seluruh partai politik seharusnya dapat menerima ketentuan presidential threshold sebesar 20%-25% dalam UU Pemilu.
Selain Jokowi, Mendagri Tjahjo Kumolo juga pernah mengatakan Partai politik tak seharusnya menolak UU Pemilu setelah disahkan di Paripurna. “Kalau tidak setuju dengan UU itu ya harusnya dibahas di Panja, di Paripurna,” kata Tjahjo
Adapun terkait gugatan atas UU Pemilu ke MK, poitikus PDIP itu menilai hanya elemen masyarakat selain partai politik yang dapat mengajukannya. Dia mengatakan, partai politik seharusnya sudah sepakat dan tak perlu mengajukan gugatan ke MK.
“Kalau tidak ya elemen masyarakat yang lain yang bisa mengajukan secara hukum ke MK. Tapi sebagai parpol sudah sepakat di DPR,” kata Tjahjo.
Aturan presidential threshold 20%-25% tersebut disetujui menjadi bagian UU Pemilu secara aklamasi oleh 322 dari 539 anggota yang hadir dalam sidang pada 21 Juli 2017. Para anggota dewan ini berasal dari enam fraksi pendukung pemerintah yakni PDIP, Golkar, Hanura, NasDem, PPP dan PKB.
Di tengah situasi hiruk pikuk politik menjelang Pilpres 2019 seperti saat ini, dihimbau bagi setiap pihak untuk dapat menjaga kedamaian dan tidak memperkeruh kondisi politik dengan tidak mempermasalahkan presidential threshold karena hal tersebut dapat menimbulkan provokasi dan kesalahpahaman masyarakat.
]]>Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat, Rachland Nashidik mengatakan, adanya PT 20 persen seperti melakukan pembunuhan berencana terhadap sistem demokrasi. Sebab banyak calon-calon potensial gagal maju karena adanya syarat tersebut.
“PT 20 persen bukan cuma dipaksakan tapi juga pembunuhan berencana terhadap sistem demokrasi. Di belakang ada calon (potensial) tapi berhimpit-himpitan karena jalan ujungnya disempitkan,” ungkap Rachland di Gado-gado Boplo Jalan Gereja Theresia Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/7).
Rachland menegaskan, tingginya PT ini juga disebut akan berdampak buruk bagi partai di pemilihan legislatif (pileg). Sebab partai yang tidak mengusung kadernya sebagai calon di pilpres berpotensi ditinggalkan pemilih.
“Persoalannya dengan adanya PT 20 persen ini partai tidak bisa mengusung calonnya sendiri maka akan ditinggalkan pemilih, berpengaruh dalam Pileg. Jadi ini suatu pembunuhan berencana,” tegasnya.
Selain itu partai yang kalah dalam pilpres 2019 akan mengalami kesulitan meraih kemenangan di pilpres 2024. Karena jumlah kursi parlemen yang diraihnya di pileg 2019 akan berkurang.
“Nanti di 2024 partai yang kalah ini akan kalah lagi karena kursinya kurang. Kalau kita bahasakan dengan lebih canggih di mana demokrasi dijauhkan dari nilai etis,” terang Rachland.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Wakil Ketua Umum partai Gerindra, Ferry Juliantono. Menurutnya PT 20 persen terlalu dipaksakan. Hal itu pula yang membuat aturan itu digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Itu (PT) upaya dipaksakan padahal itu argumentasi sudah dibantah, sampai hari ini gugatan ke MK tetap ada,” pungkasnya.
Sementara itu argumen dari Wasekjen Demokrat dan Waketum Gerindra dianggap sebuah blunder karena di tempat terpisah Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah mengatakan aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20%-25% dalam Undang-undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, merupakan hasil dari produk demokrasi di Dewan Perwakilan Rakyat. Dia mengatakan aturan yang telah ditetapkan secara aklamasi di parlemen, jangan dianggap salah.
“Jangan ditarik-tarik seolah-olah presidential threshold 20% itu salah dan sekali lagi ini produk demokrasi yang ada di DPR,” kata Jokowi saat itu.
Jokowi heran kritik terhadap persyaratan ambang batas pencalonan presiden 20%-25% baru disampaikan saat ini. Padahal aturan ini telah diberlakukan dua kali pada pemilu 2009 dan 2014. “Kenapa dulu tidak ramai?” tanya Jokowi.
Jokowi menyatakan presidential threshold 20-25% akan membuat pelaksanaan pemilihan presiden lebih sederhana. Sebaliknya, apabila ambang batas pencalonan presiden sebesar nol persen akan menyebabkan pelaksanaan lebih kompleks karena setiap partai politik dapat mengajukan calon.
Jokowi menegaskan, apabila ada pihak yang tak menyetujui aturan tersebut, dapat mengajukan ke Mahkamah Konstitusi. “Jadi ya silakan itu dinilai, kalau masih ada yang tidak setuju, kembali lagi bisa ke MK, inilah negara demokrasi dan negara hukum yang kita miliki,” katanya.
Di tempat terpisah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai seluruh partai politik seharusnya dapat menerima ketentuan presidential threshold sebesar 20%-25% dalam UU Pemilu.
Selain Jokowi, Mendagri Tjahjo Kumolo juga pernah mengatakan Partai politik tak seharusnya menolak UU Pemilu setelah disahkan di Paripurna. “Kalau tidak setuju dengan UU itu ya harusnya dibahas di Panja, di Paripurna,” kata Tjahjo
Adapun terkait gugatan atas UU Pemilu ke MK, poitikus PDIP itu menilai hanya elemen masyarakat selain partai politik yang dapat mengajukannya. Dia mengatakan, partai politik seharusnya sudah sepakat dan tak perlu mengajukan gugatan ke MK.
“Kalau tidak ya elemen masyarakat yang lain yang bisa mengajukan secara hukum ke MK. Tapi sebagai parpol sudah sepakat di DPR,” kata Tjahjo.
Aturan presidential threshold 20%-25% tersebut disetujui menjadi bagian UU Pemilu secara aklamasi oleh 322 dari 539 anggota yang hadir dalam sidang pada 21 Juli 2017. Para anggota dewan ini berasal dari enam fraksi pendukung pemerintah yakni PDIP, Golkar, Hanura, NasDem, PPP dan PKB.
Sementara empat fraksi yakni Gerindra, PKS, Demokrat dan PAN memilih meninggalkan ruang sidang atau walk out dengan alasan menolak terlibat dalam pengambilan keputusan saat itu
]]>