News

Tak Mau Ikutan Manuver Amien Rais, Yusril: Ucapan Pemimpin Harus Serius Dan Terpercaya

JAKARTA –  Ketua Umum Partai Bulan Bintang (Ketum PBB) Yusril Ihza Mahendra mengomentari keinginan politikus senior Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais untuk maju sebagai calon presiden. Dia menyindirnya dengan mengingatkan soal pepatah Jawa: “sabdo pandito ratu”.

“Artinya ucapan seseorang yang kedudukannya sangat tinggi, bagai seorang pandito (guru maha bijaksana) dan seorang ratu (raja),” kata Yusril dalam akun Twitter @Yusrilihza_Mhd, Senin, 11 Juni 2018.

Menurut Yusril, ucapan pemimpin haruslah serius dan terpercaya. Perkataannya harus sudah dipikirkan dengan matang soal segala akibat dan implikasinya. Pasalnya, perkataannya akan menjadi pegangan bagi rakyat dan pendukungnya.

Untuk itu, kata dia, ucapan pemimpin harus lahir dari hati yang tulus. Penyataannya tak boleh berupa kata yang bersayap, yang seolah diucapkan dengan kejujuran, tetapi dibelakangnya mempunyai agenda pribadi yang tersembunyi.

“Karena ucapan pemimpin adalah ‘sabdo pandito ratu‘, maka ucapannya tidak boleh mencla mencle, pagi ngomong dele, sore ngomong tempe. Artinya, ucapannya berubah-ubah, inkonsisten, sehingga membingungkan rakyat dan pendukungnya.”

Yusril menilai pemimpin tidak boleh plintat-plintut alias munafik, dalam makna, lain yang diucapkan, lain pula yang dikerjakan. Pemimpin seperti ini akan kehilangan kredibilitas di mata rakyat dan pendukungnya.

“Berpedoman kepada pepatah Jawa ‘sabdo pandito ratu‘ itu, maka sejak awal saya tidak berminat ataupun tertarik dengan inisiatif Pak Amien Rais yang melakukan lobi sana-sini, untuk untuk memilih siapa yang akan maju dalam Pilpres 2019 hadapi petahana,” jelas dia,

Bagi Yusril, pengalaman adalah guru yang paling bijak. Dia bercerita pada pertemuan di rumah mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier, Amien meyakinkannya untuk mendukung Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai calon presiden.

“Saya dan MS Kaban (eks Ketum PBB) menolak. Kami tidak ingin mempermainkan orang untuk suatu agenda tersembunyi,” jelas dia.

Kini, Yusril pun tidak ingin ikut-ikutan dengan manuver Amien Rais atas pengalaman di awal era Reformasi. Dia sadar karena posisinya saat ini sebagai pimpinan partai.

“Saya ibarat nakhoda, yang harus membawa penumpang ke arah yang benar, dengan cara-cara yang benar pula. Akhirnya, pengalaman tetaplah menjadi guru yang bijak bagi saya, dan mudah-mudahan bagi orang lain juga,” jelas Yusril. (ZN)

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close