Kisah
Upaya Tangkal Paham Radikalisme, KBI Gelar Pelatihan Pendidikan Pancasila

MATAINDONESIA.ID – Ancaman bahaya terorisme masih menjadi kekhawatiran intoleransi untuk ketahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebagai ideologi bangsa, Pancasila harus aktif didengungkan untuk merekatkan rasa persatuan negara dan menangkal paham radikalisme yang berujung aksi terorisme.
Sebanyak 40 orang peserta dari latar belakang aktivis mahasiswa, perwakilan organisasi keagamaan Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha sampai penghayat kepercayaan ikut pelatihan KBI selama empat hari, mulai Jumat, 31 Agustus 2018 sampai Senin, 3 September 2018. Ditargetkan nanti ada 1000 juru bicara Pancasila dari 25 provinsi untuk membantu masyarakat ke berbagai daerah.

“Beberapa riset menunjukkan dunia medsos saat ini ternyata follower para influencer atau tokoh masyarakat menyebarkan konten negatif lebih banyak daripada yang kontennya positif. Apa yang terjadi jika Pancasila memudar sebagai identitas nasional,” ujar Anick dalam keterangannya, Rabu, 5 September 2018.
Untuk itu, Pancasila sebagai ideologi bangsa yang menjadi perekat terbaik perlu didengungkan berulangkali dan terus dipromosikan.
Salah seorang narasumber dalam pelatihan tersebut, KH Mohammad Monib menceritakan pengalamannya yang pernah terjerumus paham radikal. Kini, Monib yang menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Fatihatul Quran Bogor ini mengklaim sudah insyaf dan mengakui Pancasila sebagai ideologi bangsa.
“Saat itu seperti santri-santri lain, saya menganggap orang di luar saya salah semua. Dan cenderung memusuhi mereka. Bahkan bersalaman dengan non-muslim bagi saya adalah najis,” sebutnya.
Sebelumnya, dalam surveinya beberapa bulan yang lalu, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menemukan data mengkhawatirkan. Dalam survei, ditemukan sejak tahun 2005, lalu 2010, 2015 hingga 2018, warga pro Pancasila mengalami penurunan dari 85,2 persen menuju 75.3 persen.
Adapun selama 13 tahun terakhir, dukungan warga kepada Pancasila menurun sekitar 10 persen. Di sisi lain, di era yang sama, pendukung NKRI bersyariah naik 9 persen. Publik yang pro NKRI bersyariah tumbuh dari 4,6% (2005) menjadi 13,2% (2018).
Target 1000 orang dari 25 provinsi untuk melakukan kerja-kerja kebangsaan secara sistematis dan massif. Para KIB saat ini juga sudah memproduksi buku rujukan utama berjudul Rumah Bersama Kita Bernama Indonesia, yang ditulis Denny JA dan tim.