Halaqah Ulama: MUI Ajak Eks Anggota HTI Kembali ke Pancasila

Jakarta (MI) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat melalui Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat mengajak eks anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk kembali ke jalan yang benar dan meyakini Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan NKRI. Demikian kesimpulan halaqah ulama di Kantor MUI, Jakarta, Jumat (4/8) malam.

Halaqoh dengan tema “Meneguhkan Dakwah Kebangsaan sebagai Implementasi Komitmen MUI terhadap NKRI dan Pancasila” itu dihadiri ratusan tokoh dan ulama dari lintas ormas dan narasumber yang berkompeten.

Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat, KH. M. Cholil Nafis, Lc., Ph.D, mengatakan, negara Pancasila itu seperti halnya Piagam Madinah, bahwa Nabi tidak pernah mendirikan negara khilafah, negara Islam, tapi Nabi membangun kesepakatan dengan berbagai pihak dan paham keagamaan menuju kesatuan dan persatuan.

“Oleh karena itu, mari kita menatap kedepan dengan mengisi kemerdekaan menjadi lebih baik, daripada ngotak ngatik khilafah yang menghabiskan energi,” ujarnya.

Dikatakannya, para founding father NU, seperti Kiai Kholil Bangkalan, Kiai Ahmad Rifai Semarang dan Kiai Nawawi Al Bantani dengan gigih mendidik kader-kader bangsa untuk menjadi generasi bangsa yang militan. Makanya sebagai generasi tidak perlu lagi mempersoalkan persoalan yang sudah menjadi kesepakatan para founding father.

“NKRI dan Pancasila adalah final tidak ada sesudahnya,” ujar mantan wakil ketua LBM PBNU ini.

Sebagai aktifis dakwah, lanjut Cholil Nafis, dakwah itu merangkul,mengajak dan membina. Seperti, MUI mengeluarkan fatwa sesat tentang Gafatar bukan berarti MUI membenci akan tetapi memposisikan keberadaan Gafatar, MUI berkewajiban meluruskan paham-paham mereka menuju jalan yang benar.

“Saya kira HTI juga begitu, kita bukan membenci orang tapi membenci kesalahannya,orangnya kita sayangi dan mengajak pada kebaikan,” ujarnya.

Begitu juga dalam konteks kebangsaan, jangan sampai mempunyai pemahaman bahwa berdirinya model negara itu harus Islam (HT) selain itu dianggap kafir. Bahwa didalam al Qur’an berdirinya negara itu adalah kot’i yang berarti keadilan yang sampai sekarang memang belum terwujud.

“Dalam hal ini, MUI terus berjuang menata umat, mengisi, membina sehingga menjadi negara yang berkeadilan dan sejahtera,” pungkasnya.