
MATA INDONESIA, JAKARTA-200 tenaga disater victim investigation (DVI) diterjunkan oleh Rumah Sakit Polri untuk memeriksa korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610. Tenaga ahli itu berpacu dengan waktu menangani bagian tubuh korban yang terus berdatangan.
Kepala Bidang DVI Pusdokkes Polri Kombes Lisda Cancer mengatakan tenaga forensik itu datang dari berbagai institusi seperti Polri, TNI, RS Fatmawati, Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran dan Universitas Airlangga
Tim gabungan tersebut kata dia, terus bekerja bergantian mengidentifikasi potongan tubuh yang terus berdatangan ke RS Polri. “Sesuai perintah pimpinan, 24 jam,” ujar Lisda di RS Polri, Kamis 1 November 2018.
Sejak pertama kali kantong jenazah dibawa ke RS Polri pada Senin 29 hingga Rabu 31 Oktober, kemarin, tim DVI sudah menerima 56 kantong jenazah. Dari penanganan tersebut, kondisi jasad yang datang dinilai masih minim mengandung informasi yang berarti.
Menurut Lisda, anggota tubuh yang paling dicari adalah sidik jari, gigi, data medis dan properti yang melekat di jasad. Namun dari beberapa hari identifikasi, baru satu sidik jari yang berhasil mereka identifkasi.
Kerja maraton tim gabungan identifkasi tersebut menyebabkan mereka cukup kelelahan. Ini sebabnya RS Polri menyediakan sejumlah tenaga psikolog untuk meringankan stres petugas yang menumpuk.
Anggota Bidang Psikologi Biro SDM Polda Metro Jaya, AKP Angela Yohana mengatakan tim DVI mengalami kelelahan selama proses identifkasi maraton beberapa hari terakhir. Layanan relaksasi, konseling, hingga terapi disediakan oleh tenaga psikolog, baik untuk tim DVI maupun keluarga korban.
“Paling tidak bisa rileks, nanti besok paginya bisa bekerja lagi dengan baik,” katanya.
RS Polri masih terus mengidentifikasi potongan tubuh yang diduga korban pesawat Lion Air JT610. Tim forensik juga masih memeriksanya dengan mencocokkan data pra-kematian atau ante mortem yang dikumpulkan melalui keluarga korban.
Dari sekian banyak potongan jasad yang sudah datang, baru satu yang telah teridentifikasi sebagai penumpang pesawat. Ia adalah Jannatun Cintya Dewi, perempuan asal Sidoarjo, Jawa Timur. (Tiar Munardo)