Kisah

Petisi Rahasia Terkait Referendum Papua Barat Dipresentasikan di PBB

JAKARTA (MI) – Dokumen petisi rahasia menuntut referendum kemerdekaan untuk Papua Barat dipersentasikan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Petisi tersebut menuntut pemungutan suara bebas mengenai kemerdekaan Papua Barat serta penunjukan perwakilan PBB, untuk menyelidiki laporan pelanggaran hak asasi manusia oleh pasukan keamanan Indonesia.

Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare, mengatakan petisi tersebut sangat penting dan masyarakat Papua Barat secara efektif telah memilih untuk menuntut penentuan nasib sendiri.

“Mereka datang dalam jumlah banyak untuk mengungkapkan harapan mereka demi masa depan yang lebih baik,” kata Sogavare dalam pidatonya di Majelis Umum PBB.

Indonesia melarang petisi tersebut di provinsi Papua Barat dan Papua. Namun dokumen itu diselundupkan ke desa-desa yang telah membuatnya ditandatangani oleh 1,8 juta penduduk Papua Barat, lebih dari 70 persen penduduk provinsi tersebut.

Sejumlah aktivis berpendapat warga Papua Barat tak memiliki proses penentuan nasib sendiri yang sah, sejak wilayah mereka masuk ke Indonesia pada 1969. Juru bicara Gerakan Pembebasan Papua Barat, Benny Wenda, mengatakan penandatanganan petisi merupakan “tindakan berbahaya” bagi warga Papua Barat.

“Petisi Global untuk Papua Barat, yang dilakukan bersamaan dengan Petisi Rakyat Papua Barat, juga menjadi target dan situs yang awalnya menampung petisi itu, yakni Avaaz, diblokir di seluruh wilayah Indonesia,” katanya.

Jason Macleod dari Departemen Studi Perdamaian dan Konflik di Universitas Sydney, mengatakan petisi perlu dipahami sebagai “penolakan mendasar” atas klaim kedaulatan Pemerintah Indonesia di Papua Barat. “Petisi mewakili permintaan rakyat Papua atas dekolonisasi dan penentuan nasib sendiri, keinginan mereka untuk secara bebas dan adil menentukan masa depan mereka sendiri,” ujar Dr Macleod. (FC)

Tags

Related Articles

Close