HeadlineNews

Boleh Kritik Utang, Asal Menyeluruh! Jangan Lihat Jumlahnya Saja

MATA INDONESIA, JAKARTA – Penyebaran isu utang pemerintah yang terus digoreng untuk menjatuhkan calon presiden Joko Widodo tiada henti-hentinya. Sayangnya buzzer ataupun tokoh oposisi hanya melihat besarnya utangnya pemerintah dari sisi yang sempit.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pihaknya sebenarnya tidak antikritik mengenai utang. Asal dengan catatan, pengkritik utang pemerintah harus dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya dilihat dari penambahan jumlahnya saja.

Sebab, kata Sri Mulyani, jumlah utang pemerintah akan terus bertambah seiring dengan defisit APBN setiap tahunnya. “Jadi saya hanya ingin menyampaikan, yang disampaikan mereka bukan sesuatu hal yang baru. Adalah sesuatu yang logis,” ujar Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa 29 Januari 2019.

Besarnya utang pemerintah pun harus dilihat secara luas mulai dari penggunaan hingga manfaatnya. Apalagi, pada saat 2014-2015 telah terjadi penurunan harga komoditas yang membuat kinerja ekspor nasional negatif.

“Waktu tahun 2014-2015, apakah dia mampu membangun infrastruktur, apakah kita mampu mengurangi kemiskinan, apakah kita bisa menjaga pertumbuhan ekonomi. Itu semuanya kan tujuannya. Jadi kalau cuma melihat dari utangnya saja, jadi kehilangan konteksnya,” ujar dia.

Tidak hanya itu, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga menjelaskan bahwa kenaikan pembayaran bunga utang dari tahun ke tahun mengalami kenaikan.

Sebagai informasi, data Kementerian Keuangan menyebutkan biaya pembayaran bunga utang pada tahun 2014 sebesar Rp 133,4 triliun atau 7,5 persen dari belanja negara, sedangkan saat ini meningkat menjadi 11,7 persen atau setara Rp 258,1 triliun (realisasi 31 Desember 2018).

Dengan stok utang yang lebih kecil dengan suku bunga rata-rata internasional dan dalam negeri yang lebih rendah, menurut dia pasti pembayaran bunganya lebih moderate. “Lima tahun kemudian, dengan jumlah stok nominal yang tinggi, karena ini selalu agak membingungkan,” kata dia.

“Namun, yang harus dilihat, yang dibandingkan itu ya tidak hanya nominal. Kalau nominalnya ini bergerak tapi nominal lain tidak dilihat, itu kan jadi membingungkan, atau cenderung dianggap untuk menakut-nakuti masyarakat,” kata dia lagi. (Yurinta Aisyara)

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close