Gaya HidupHeadline
Ciuman Maut Anjing Ternyata Bisa Diagnosa Kanker Prostat, Ini Penjelasannya

MATA INDONESIA, JAKARTA – Mendiagnosa kanker prostat saat ini masih dinilai sangat sulit. Meskipun sudah melakukan tes darah standar, ternyata hasilnya masih ada yang belum akurat.
Namun itu dulu. Sebab sebuah studi terbaru akhir-akhir ini menunjukkan indera penciuman seekor anjing mampu mengindentifikasi kanker prostat. Nah dari sini pasti ada yang berpikiran si anjing bakal memberikan ciuman maut atau mengendus alat kelamin pria? Betul gak?
Kenyataannya tidak seperti itu gaes! Si anjing hanya mengendus alias menghirup sampel urin yang diduga mengidap kanker prostat. So, jangan khawatir jika kelamin ‘masa depan’ si pasien bakal tergigit anjing terlatih tersebut.
Lewat endusanm akurasi yang dihasilkannya pun menakjubkan. 98 persen hasil diagnosanya akurat lho. Lalu apakah ada alternatif lain selain menggunakan anjing? Jawabanya, ada.
Para ilmuwan kini tengah mengembangkan ‘hidung elektronik’ untuk melakukan diagnosis. Menurut peneliti Finlandia, Dr Niku Oksala, dari University of Tampere, perangkat ini mampu melakukan analisis molekuler pada sampel urin.
Selain itu, ‘hidung’ ini dapat digunakan untuk tes senyawa organik volatile, yang notabene ada keterkaitan dengan kanker prostat. Dalam penelitiannya, Niku mengatakan bahwa akurasi alat ini memiliki tingkat deteksi 78 persen, dengan spesifisitas (kemungkinan tes menjadi negatif ketika kanker tidak ada) di 67 persen.
“Akhirnya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tes diagnosa kanker di dunia Barat,” kata Niku Oksala, dikutip dari CNN, Jumat 4 Januari 2019.
Melalui penelitian ini, lanjut dia, pihaknya melihat molekul ketika tumor sangat kecil dan mendeteksi apakah masuk kategori agresif atau jinak. Temuan itu bisa membantu para dokter untuk memprediksi atau mengetahui tindakan apa yang dibutuhkan.
Dalam perjalannya, Niku mengaku terus memperbaiki metode seperti menghilangkan kotoran untuk analisis sampel bersih. Tetapi dirinya yakin hasil penelitiannya ini handal dan dapat diterapkan untuk kanker lainnya.
“Kami telah menemukan lebih dari 30 senyawa molekul dalam tumor yang sangat bau dan hal ini mempermudah mengendusnya,” kata dia.
Di seluruh dunia, lanjutnya, pendekatan yang sama juga sedang diterapkan untuk mendiagnosis kanker secara sederhana. Contohnya, pada tahun 2011, Gates Foundation mengucurkan dana untuk membuat prototipe hidung elektronik.
Alat tersebut dioperasikan dengan baterai, sehingga berfungsi sebagai tes breathalyzer untuk tuberkulosis.
Yang terbaru adalah “NaNose”, teknologi yang sedang dikembangkan oleh Institut Technion Israel (ITI).
ITI mengklaim akurasi alat tersebut di angka 90 persen dalam mendeteksi kanker paru-paru dari tes napas. Serta memberikan informasi yang cukup untuk membedakan antara subtipe penyakitnya.
Hidung elektronik sendiri sebenarnya bukan konsep baru.
Sensor medis tersebut pertama kali muncul pada 1980-an, namun tak satupun memberikan diagnosa yang handal.
Dr Gary Beauchamp, Direktur Monell Chemical Senses Center di Pennsylvania mengatakan ide membuat hidung elektronik sebagai alat pendiagnosa, telah ada sejak 20 tahun lalu.
“Mereka bisa menjadi bagian dari pemeriksaan rutin dalam banyak cara yang sama seperti tes darah.”