NewsViral

Ini 6 Tips Kampanye Damai Pemilu 2019

Peserta pemilu sejatinya hanya mempertajam programnya tanpa menyinggung kekurangan atau kelemahan program kompetitornya.

MATA INDONESIA, JAKARTA – Deklarasi kampanye damai Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilu 2019 telah diselenggarakan beberapa waktu lalu. Namun sebagian kalangan masih merasa pesimisme kampanye damai itu dapat terwujud.

Seperti yang disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner, Emrus Sihombing, berkaca dari Pilpres 2014 sebenarnya amat sulit memastikan apakah akan kampanye tersebut berlangsung damai. “Namun, menurut saya kampanye damai itu bisa kita wujudkan bersama,” kata Emrus dalam siaran pers yang diterima MataIndonesia.id di Jakarta, Senin 24 September 2018.

Emrus pun mendorong agar deklarasi kampanye damai Pemilu 2019 sebaiknya tidak hanya slogan, tetapi harus diwujudkan dalam bentuk perilaku. Utamanya dalam tindakan komunikasi politik di ruang-ruang publik, baik itu dalam penyelenggaraan kampanye di ruang terbuka, di media massa dan sosial media.

Apalagi kampanye damai merupakan tanggung jawab bersama seluruh warga Negara Republik Indonesia, termasuk peserta pemilu yaitu para caleg, pasangan capres-cawapres, partai politik, para tim sukses dan juru kampanye di lapangan.

Dalam implementasi kampanye damai tersebut, Emrus mengatakan ada enam hal yang bisa dilakukan para peserta Pemilu 2019. “Pertama, para peserta pemilu menawarkan gagasan, ide dan terutama program yang terukur yang dapat menjawab permasalah yang menjadi target pemilih,” ujarnya.

Jika melakukan adu gagasan, kata dia, akan berpotensi silang pendapat antara peserta pemilu. Sebab mereka dipastikan sudah merangkai data yang sudah di-frame terlebih dahulu.

Mereka juga membangun argumentasi yang juga logis yang bisa jadi sebagai pembenaran. Untuk itu, peserta pemilu sejatinya hanya mempertajam programnya tanpa menyinggung kekurangan atau kelemahan program kompetitornya.

Kedua, jika terjadi serangan dalam bentuk hoax, ujaran kebencian melalui berbagai saluran komunikasi, terutama sosial media, maka perlu membelanya dengan narasi yang menyejukkan. Jadi, tidak boleh ada pembiaran sekalipun paslon yang bersangkutan diuntungkan.

Ketiga, dalam susunan masing-masing tim sukses, Emrus menyarankan sebaiknya membuat sebuah sub tim, yaitu tim kritikus. Anggota tim ini benar-benar menguasai bidangnya, menyajikan data, membuat argumentasi yang rasional dan terutama menyejukkan.

“Tim ini bertugas memberikan kritikan terhadap gagasan, ide dan program dari kompetitor secara objektif. Ini sebagai fungsi pendidikan dan tuntunan politik bagi masyarakat.”

Menurut dia, acapkali politisi yang belum “matang” memberikan kririk terhadap kompetotir asal kririk, bahkan seringkali tidak berbobot, tidak disertai data yang kuat. Sehingga berpotensi menimbulkan polarisasi dan gesekan sosial di tingkat akar rumput.

Keempat, menghindari kalimat bersayap dan atau menggunakan simbol komunikasi yang multi makna. Kalimat bersayap, misalnya, “kami lebih nasionalis”, seharusnya dikatakan, “kami nasionalis”.

Lima, perlu dilakukan pertemuan secara periodik, setidaknya jika terjadi situasi politik yang semakin menghangat di tingkat akar rumput, anta elit politik sebagai suatu sarana komunikasi silahturahmi kebangsaan.

Enam, perlu dibentuk dewan etika kampanye pemilu 2019. Sebab, banyak hal perilaku komunikasi politik yang belum dapat disentuh hukum positif. Tugas dewan ini mengkaji dari sudut etika terhadap semua perilaku komunikasi politik yang dilakukan oleh semua peserta pemilu sepanjang kurun waktu kampanye.

“Dewan ini juga berfungsi mengingatkan para perserta pemilu yang disuga melakukan pelanggaran etika,” kata dia. (Tian Rayya Bahlamar)

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close