
MATA INDONESIA, HAWAII – Awal bulan Oktober 2018 lalu sebuah badai Hurricane Walaka ‘melenyapkan’ salah satu pulau di Hawai dari peta. Pulau itu bernama East Island, setitik kecil tanah di Papahanaumokuakea Marine National Monument di barat laut Hawaii.
Citra satelit pun telah mengkonfirmasi kematian pulau itu. Alhasil beberapa satwa langka seperti penyu hijau Hawaii dan anjing laut Hawaii terancam punah. Pasalnya tidak ada lagi East Island yang menjadi tempat mereka bersarang. “Pulau itu (East Island) adalah paling penting bagi mereka. Khususnya untuk penyu bertelur,” kata ahli dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), Charles Littnan kepada Honolulu Civic Beat dilansir Life Science pada Selasa 6 November 2018.
Penyu hijau Hawaii (Chelonia mydas) adalah spesies penyu laut hijau yang secara genetis ditemukan hampir secara eksklusif di sekitar Hawaii. Mereka dilindungi secara hukum menurut hukum Hawaii dan Undang-Undang Spesies Terancam Punah AS.
Perlindungan tersebut telah menghasilkan 53 persen peningkatan populasi sejak akhir 1970-an. Tempat bertelur utama mereka adalah Shoals Frigate Prancis, termasuk bekas East Island.
Sedangkan anjing laut biksu Hawai (Neomonachus schauinslandi) menggunakan East Island sebagai tempat berkembang biak berada dalam posisi yang lebih berbahaya. NOAA menyatakan, anjing laut ini hanya ditemukan di Hawaii.
NOAA memperkirakan hanya sekitar 1.400 anjing laut biksu Hawaii yang tersisa di alam liar. Littnan menyebut, dari jumlah tersebut sekitar 30 persen lahir di Pulau Timur.
Sementara East Island memiliki luas 11 acre atau setara 0,04 kilometer persegi. Antara tahun 1944 dan 1952, tempat ini pernah menjadi tuan rumah sebuah stasiun Penjaga Pantai kecil. Pulau itu telah menjadi surga bagi satwa liar, mulai dari albatros, kura-kura hingga anjing laut.
Para peneliti mengatakan kepada Civic Beat, anjing laut dan penyu di pulau itu telah meninggalkan pulau setelah musim kawin mereka. Namun, hal itu terjadi sebelum topan melanda.
Sejauh ini tidak jelas apakah mereka akan menemukan tempat berlindung baru. “Meski spesies ini tahan banting, tetapi mungkin ada titik di masa depan di mana ketahanan itu tidak cukup lagi,” kata Littnan. (Puji Christianto)