MATA INDONESIA, JAKARTA – Harga minyak berbalik naik (rebound) pada akhir perdagangan Kamis pagi, 20 Desember 2018. Kenaikan ini pun menghapus beberapa kerugian tajam yang terjadi akibat persediaan AS jatuh pekan lalu, dan efek Federal Reserve yang mengumumkan kenaikan suku bunga untuk keempat kalinya tahun ini.
Diketahui, persediaan minyak mentah AS turun 0,5 juta barel dari pekan yang berakhir 14 Desember lalu. Hal ini menandai penurunan mingguan ketiga berturut-turut, menurut laporan mingguan yang dirilis oleh Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Rabu 19 Desember 2018.
Minyak mentah berjangka juga memangkas kenaikannya setelah bank sentral AS yang menaikkan target suku bunga federal fund ke kisaran 2,25 persen hingga 2,50 persen. Target itu lebih tinggi dari laporan November di kisaran 2,00-2,25 persen, menimbulkan aksi jual dramatis di saham-saham karena kekhawatiran atas pertumbuhan ekonomi lebih lambat.
Kenaikan suku bunga juga diperkirakan secara luas memperkuat dolar AS, karena The Fed memperketat aliran greenback melalui pasar, membuat harga minyak lebih mahal karena diperdagangkan dalam dolar AS.
Untuk meningkatkan kepercayaan pasar, Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih mengatakan untuk menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan akan tercapai pada 2019, stok minyak global akan menurun pada akhir kuartal pertama tahun depan.
Dia mencatat bahwa implikasi di luar sisi penawaran dan permintaan juga telah mempengaruhi harga minyak. Termasuk tingkat suku bunga AS, penguatan greenback, ketegangan perdagangan global dan masalah geopolitik seperti sanksi-sanksi AS terhadap Iran.
Minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari 2019 naik 0,96 dolar AS menjadi menetap di 47,2 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.Sementara itu, patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Februari 2019 meningkat 0,98 dolar AS menjadi ditutup pada 57,24 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
