
MATA INDONESIA, JAKARTA – Perang dagang Amerika Serikat-Cina sudah mereda. Namun kebijakan normalisasi moneter di Amerika masih akan berlanjut, bahkan muncul potensi perang dagang dengan negara lain, dan volatilitas harga minyak dan komoditi utama di pasar dunia masih tinggi.
Untuk menghadapi itu, Pemerintah Indonesia sudah menyiapkan strategi agar tidak ikut terseret dalam arus ketidakpastian ekonomi global tersebut. Yakni dengan merilis tiga kebijakan dalam Paket Kebijakan Ekonomi ke-16.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, paket kebijakan ekonomi ini disiapkan untuk menghadapi pertumbuhan ekonomi global yang diprediksi masih akan melambat pada tahun 2019.
Tiga kebijakan yang dimaksud antara lain, pertama, pemerintah memperluas fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan atau tax holiday untuk mendorong investasi langsung pada industri perintis dari hulu hingga hilir guna mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dalam hal ini, pemerintah menyempurnakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018 tentang pemberian fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan.
“Dalam rangka lebih mendorong peningkatan nilai investasi di Indonesia, pemerintah memandang perlu untuk memperluas cakupan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang dapat diberikan fasilitas tax holiday,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Jumat 16 November 2018.
Kedua, pemerintah kembali merelaksasi DNI atau Daftar Negatif Investasi sebagai upaya untuk mendorong aktivitas ekonomi pada sektor-sektor unggulan.
Darmin mengatakan kebijakan ini akan membuka kesempatan bagi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) termasuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Koperasi untuk masuk ke seluruh bidang usaha.
Selain itu, pemerintah juga akan memperluas kemitraan bagi UMKM dan Koperasi untuk bekerjsama agar usahanya dapat naik ke tingkat yang lebih besar. Sedangkan bidang usaha yang selama ini sudah dibuka bagi Penanaman Modal Asing (PMA) namun masih sepi peminat, pemerintah memberikan kesempatan PMA untuk memiliki porsi saham yang lebih besar.
“Kita ingin menjaga dan terus mendorong kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia,” kata dia.
Ketiga, pemerintah akan memperkuat pengendalian devisa dengan pemberian insentif perpajakan. Pengendalian itu, kata Darmin, berupa kewajiban untuk memasukkan DHE dari ekspor barang-barang hasil sumber daya alam seperti pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.
Insentif perpajakan berupa pemberian tarif final pajak penghasilan atas deposito. Kewajiban untuk memasukkan DHE ini tidak menghalangi keperluan perusahaan yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban valasnya.
“Pemerintah ingin mengendalikan devisa dengan memberikan insentif terhadap DHE yang ditempatkan dalam Sistem Keuangan Indonesia (SKI),” kata Darmin.
Sebelumnya membaiknya ekonomi Amerika dan kenaikan suku bunga FFR (Fed Fund Rate) yang masih berlanjut, mempengaruhi aliran modal di pasar dunia, mengakibatkan dolar AS kembali ke Amerika Serikat dan keluar (outflow) dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Meskipun aliran keluar (outflow) terjadi sejak awal tahun, namun pada awal November 2018 terjadi aliran masuk (inflow) modal asing ke Indonesia melalui Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai Rp 14,4 triliun, sehingga antara Januari sampai dengan November 2018 aliran masuk telah mencapai Rp 42,6 triliun.
Aliran modal yang masuk ke Indonesia ini menunjukkan bahwa investor asing mempunyai kepercayaan yang tinggi terhadap kondisi perekonomian Indonesia.
Memanfaatkan momentum meningkatnya kepercayaan investor asing ini, pemerintah berupaya untuk semakin mendorong masuknya modal asing yang lebih besar, termasuk melalui investasi langsung.
Peningkatan investasi langsung diharapkan akan mampu menutup kenaikan defisit Transaksi Berjalan (CAD). Selain itu, pemerintah berharap kepercayaan investor akan lebih meningkat lagi dalam jangka pendek. (Puji Christianto)