News

Evaluasi UU Kehutanan, BPHN: Proses Hukum Tindak Pidana Kehutanan Harus Lebih Ideal

Jakarta (MI) – Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) sedang mengevaluasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan). Hal ini untuk meminimalkan adanya regulasi yang tumpang-tindih dalam mengatur penyelamatan dan pengelolaan kawasan hutan.

 

“Karena kedua UU memiliki kesamaan objek dan politik hukum. Ditambah UU P3H tidak mengakomodir semua ketentuan Pasal 50 di UU Kehutanan,” demikian disampaikan Kepala Sub Bidang Pengembangan Penyuluhan Hukum BPHN, Rachmat Abdillah di Kantor BPHN, Jakarta, Senin (21/8/2017).

 

Rachmat menjelaskan bahwa hasil evaluasi kedua UU tersebut diharapkan dapat diintegrasikan bersama sejumlah kementerian/lembaga terkait penyelamatan dan pengelolaan kawasan hutan terkait. Tujuannya adalah agar proses hukum tindak pidana kehutanan lebih ideal dan berjalan lebih baik bagi penyelamatan dan pengelolaan kawasan.

 

Rachmat mengambil contoh, pada Pasal 112 dalam UU P3H yang menyebutkan bahwa: Ketentuan Pasal 50 ayat (1) dan ayat (3) huruf a, huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, serta huruf k, dan ketentuan Pasal 78 ayat (1) mengenai ketentuan pidana terhadap Pasal 50 ayat (1) serta ayat (2) mengenai ketentuan pidana terhadap Pasal 50 ayat (3) huruf a dan huruf b, ayat (6), ayat (7), ayat (9), dan ayat (10) dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

“Bahkan penegak hukum dari kejaksaan juga mengemukakan beberapa kelemahan dalam ketentuan pasal mengenai sanksi dan penyidikan dalam UU P3H,” ujarnya.

 

Rachmat mengungkapkan bahwa alasan perlunya pengintegrasian kedua UU ini juga berdasarkan masukan dari Budi Riyanto, dosen pasca sarjana Fakultas Hukum UI, yang menyatakan bahwa penerapan UU P3H sudah melenceng dari tujuan awalnya. Sehingga tidak mengherankan jika banyak kekurangan dan ketidakefektifan pelaksanaan dari UU ini.

 

BPHN juga mendapat masukan dari Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, Didik Suharjito yang menjelaskan bahwa penyelamatan dan pengelolaan kawasan hutan dilakukan melalui pendekatan ekosistem dengan menekankan pada tiga pilar utama, yaitu ekologi (ecologically sound), ekonomi (economically viable) dan sosial (socially acceptable). Ketiga pilar saling terkait dan mendukung satu sama lain sebagai satu kesatuan.

 

Evaluasi terhadap kedua UU tersebut telah dibahas dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Pokja Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Penyelamatan dan Pengelolaan Kawasan Hutan, Pusat Evaluasi dan Analisis Hukum Nasional, di kantor BPHN, Jakarta pada Kamis (10/8/2017). (YND/AVR)

Tags

Related Articles

Close