Kisah
Fakta-fakta dan Terobosan Dr Saharjo dalam Perjalanan Hukum Indonesia

MATA INDONESIA, JAKARTA – Dr Saharjo termasuk salah satu tokoh sejarah paling penting penting dalam perkembangan hukum di Tanah Air. Sumbangan jasa dan pemikirannya telah mewarnai hukum Indonesia dan masih terasa hingga saat ini.
Lahir 26 Juni 1909 di Solo dan meninggal di Jakarta 13 November 1963, Dr Saharjo berjasa dalam menyusun UU Warga Negara Indonesia tahun 1947 dan UU Pemilihan Umum tahun 1953.
Ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Departemen Kehakiman, Menteri Kehakiman Kabinet Kerja I, II dan III, dan Wakil Perdana Menteri Bidang Dalam Negeri.
Tapi di balik itu semua, ada fakta-fakta dan terobosan-terobosan jenius Dr Saharjo yang dicatat dalam sejarah kehukuman di Indonesia. Berikut penjelasannya:
Pencetus Istilah Narapidana
Dulunya, jika Anda tersandung kasus hukum dan diputuskan untuk masuk penjara, Anda akan dinamai sebagai ‘orang hukuman’. Namun, atas ide Dr Saharjo, istilah ‘orang hukuman’ itu diganti dengan istilah lain yakni ‘narapidana’ sewaktu ia menjabat Menteri Kehakiman tahun 1959 hingga 1962.
Saharjo menggunakan istilah ‘narapidana’ dengan maksud supaya orang yang bersalah di hadapan hukum tak boleh diperlakukan sebagai penjahat, melainkan diperlakukan sebagai manusia.
Menolak Themis, Mengusung Beringin
Dr Saharjo mungkin adalah orang yang paling berani di dunia dalam urusan hukum. Saat negara-negara lain sepakat menjadikan sosok Themis atau dewi keadilan dalam mitologi Yunani, Saharjo justru menolak itu dan mengusung lambang beringin sebagai simbol hukum atau simbol keadilan di Indonesia.
Beringin dianggap sebagai lambang pengayoman atau perlindungan kepada masyarakat. Akhirnya, ide Saharjo tentang pohon beringin akhirnya diterima dalam Seminar Hukum Nasional tahun 1963. Dilukis oleh pelukis ternama Derachman, lambang beringin disahkan sebagai logo kehakiman dan kejaksaan.
Pencipta Istilah Lembaga Pemasyarakatan sebagai Ganti Penjara
Dr Saharjo mengganti istilah penjara dengan pemasyarakatan atau yang kini dikenal dengan nama Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Menurutnya, hukuman yang diberikan kepada seorang pelanggar hukum bukan untuk balas dendam, tapi untuk menyadarkan bahwa perbuatan mereka salah dan harus dikembalikan ke masyarakat.
Baru setelah Saharjo meninggal dunia, istilah ini diterima dan disahkan dalam Konferensi Kepenjaraan tanggal 27 April 1964 di Bandung.
Berdarah Biru, Hidup Sederhana
Ternyata Dr Saharjo adalah seorang yang berdarah biru alias seorang bangsawan. Ia adalah anak seorang Abdi Dalem Keraton Surakarta, yakni R Ngebei Sastroprayitno.
Meski berdarah biru, Saharjo dikenal memiliki hidup yang sederhana sejak usia muda hingga tuanya. Ia pernah menolak tawaran diberi rumah dinas, namun terpaksa diterima karena pertimbangan keluarga. Selain itu, Saharjo dikenal sering membantu istrinya berjualan lilin dan kecap. (Ryan)