
MATA INDONESIA, JAKARTA – Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto kembali membuat kontroversial, dengan mengaku ayahnya, Soemitro Djojohadikoesoemo terlibat dalam pembelian pesawat RI-001 Seulawah yang didanai oleh rakyat Aceh.
Menurutnya, saat itu rakyat Aceh secara sukarela mengumpulkan emas, gelang, perhiasan dan batu-batu berharga untuk membeli pesawat terbang cikal bakal Garuda Indonesia tersebut.
Lalu seperti apa sejarah pembelian RI-001 Seulawah? Semua dimulai pada 16 Juni 1948. Saat itu Presiden Sukarno pergi ke Aceh dengan harapan mendapatkan bantuan dana untuk membeli pesawat angkut TNI AU.
Ide itu digagas oleh Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Laksamana Udara Soerjadi Soerjadarma. Seluruh masyarakat Aceh kemudian memberikan hasil pertanian dan ternak berupa, kambing, ayam, dan juga uang. Pada akhir kunjungan, yakni 20 Juni 1948, Panitia Dana Dakota (Dakota Fund) diketuai oleh HM Djoened Joesof dan Said Muhammad Alhabsyi berhasil mengumpulkan SGD 120 ribu dan 20 kilogram emas.
Kemudian uang itu digunakan membeli sebuah pesawat Dakota, yang menjadi pesawat angkut pertama yang dimiliki Indonesia. Pesawat itu diberi nama Dakota RI-001 Seulawah (Gunung Emas). Sebuah pesawat yang memiliki panjang badan 19,66 meter dan rentang sayap 28.96 meter.
Burung besi itu memiliki dua mesin baling-baling buatan Pratt & Whitney. Bobotnya mencapai lebih dari 8 ton, dan mampu terbang dengan kecepatan maksimun 346 kilometer per jam. Pesawat ini digunakan untuk menjadi penghubung Jawa dan Sumatera, mengangkut obat-obatan dari Burma dan India dengan menembus blokade-blokade Belanda.
Seulawah juga berperan menyelundupkan senjata, amunisi dan perangkat komunikasi dari Burma ke Aceh, untuk logistik perang melawan Belanda. Dengan perangkat radio yang diselundupkan pesawat ini, dari Aceh disiarkan kabar ke penjuru dunia bahwa “Indonesia masih ada”.
Soekarno pernah menggunakannya untuk melakukan perjalanan ke pelbagai daerah dalam di Sumatera dan Jawa untuk mendapat dukungan kemerdekaan RI. Sekaligus dipakai dalam menjalin diplomasi demi terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia ke berbagai Negara.
RI-001 Seulawah ikut mengangkut tokoh-tokoh bangsa ke luar negeri untuk menjalin hubungan international dalam memperoleh dukungan kemerdekaan. Namun pada Desember 1948, pesawat itu dikirim ke India buat perawatan rutin, tepat terjadi Agresi Militer Belanda II. Dakota RI-001 Seulawah pun tidak bisa kembali ke tanah air.
Tahun 1949, atas prakarsa Wiweko Supono (bapak pesawat two-man cockpit), berdirilah perusahaan penerbangan niaga pertama, Indonesian Airways, dengan kantor di Burma (sekarang Myanmar). RI-001 Seulawah kemudian disewa (carter) oleh Pemerintah Myanmar, dijadikan pesawat angkut negara itu. Inilah kali pertama RI-001 Seulawah dikomersilkan.
Seiring berjalannya tahun, umur pesawat itu bertambah tua hingga akhirnya dianggap tidak layak lagi mengudara. Pesawat itu pun dikandangkan.
Karena jasanya sangat besar, maka dibuatlah sebuah monumen replika Dakota RI-001 Seulawah di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, diresmikan pada 30 Juli 1984 oleh Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia saat itu, Jenderal L.B. Moerdani. Replika pesawat itu juga bisa dilihat di Museum Satria Mandala, di Gatot Subroto, Jakarta Selatan, serta di Taman Mini Indonesia Indah.