News
Inilah Kisah Perjuangan ‘Kakek Buyut’ Kondom di Dunia

MATA INDONESIA, JAKARTA – Semua pasti tahu jika kondom merupakan alat kontrasepsi yang paling populer di masyarakat. Tapi tau nggak kalian seperti apa sih sejarah kondom itu sendiri?
Buat yang penasaran, kata kondom berasal dari bahasa latin yakni condon, yang artinya penampung. Di Inggris beda lagi nih gaes. Menurut cerita rakyat di sana, kondom merupakan nama dokter yakni Condom atau Quondam. Ia membuat kondom untuk Raja Charles II.
Ada juga yang berspekulasi kondom itu dari kata Italia ‘Guantone’, yang maksudnya sebuah sarung. Hmm..daripada bingung, mending kita sepakat dari sekarang bahwa asal kata kondom tidak diketahui. Beres perkara.
Tunggu dulu, rasa penasaran kalian mungkin belum tuntaskan untuk mengetahui sejarah uniknya. Yups, MataIndonesia.id sudah merangkum dari pelbagai sumber soal kondom nih gaes.
Kondom pertama kali ditemukan pada tahun 1564, seorang dokter bangsa Italia bernama Gabrielo Fallopia merekomendasikan penggunaan sarung linen yang berfungsi sebagai pelindung terhadap penyakit menular seksual.
Sementara kondom paling tua pernah ditemukan di Kastil Dudle di Inggris pada tahun 1640. Wait, jangan tanya bagaimana cara awetinnya ya. ‘Mbah-nya’ kondom tersebut terbuat dari usus hewan.
Barulah pada abad ke-18, kondom karet baru beredar di pasaran. Produksi awal kondom ini terjadi pada tahun 1855 setelah Charles Goodyear menciptakan vulkanisasi karet. Pernah dengar Goodyear kan gaes? Sebuah perusahaan ban. (Jangan dibayangin ya kondomnya seperti ban)
Kemudian pada abad ke-19, Jepang mulai ‘berkreasi’ dengan membuat kondom dari kulit, selongsong kura-kura atau tanduk. Bahkan lebih gokil, Cina juga ikut-ikutan improvisasi membuat kondom dari kertas sutra berminyak.
Kondom yang beredar saat ini merupakan ‘akulturasi’ teknologi yang diciptakan Julius Fromm, padat tahun 1912. Julius mengembangkan teknik produksi kondom yang baru, yakni dengan mencelupkan adonan kaca ke dalam larutan karet mentah. Alhasil kondom menjadi lebih tipis dan tanpa jahitan seperti sekarang. (Rayyan Bahlamar)