News
Jangan Sok Tau! Ini Fakta Sebenarnya Penyebab Rupiah Melemah
Meski rupiah melemah, perekonomian Indonesia justru dalam keadaan baik-baik saja

MATA INDONESIA, JAKARTA – Kenaikan harga nilai tukar dolar AS yang mencapai Rp 15.000 beberapa waktu lalu disebabkan berbagai faktor eksternal, salah satunya Amerika Serikat. Beberapa faktor yang dimaksud antara lain kenaikan suku bunga, likuiditas dolar AS yang diperketat, kebijakan fiskal yang ekspansif, dan adanya kebijakan perang dagang yang diterapkan Presiden AS Donald Trump.
Melalui rilisnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa sebenarnya bukan hanya Indonesia yang mengalami dampak kebijakan ekonomi Amerika ini, namun seluruh negara di dunia, khususnya negara berkembang dan negara emerging atau menuju maju.
Meski rupiah melemah, kata Sri Mulyani, perekonomian Indonesia justru dalam keadaan baik-baik saja. Bahkan dapat dikatakan prima. Dari sisi kegiatan ekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini justru sedang mengalami akselerasi setelah mengalami tekanan merosotnya merosotnya harga komoditas sejak 2015-2016,” kata Sri Mulyani dalam keterangan tertulis yang diterima dari Kementerian Keuangan, Jumat 14 September 2018.
Perekonomian juga mengalami peningkatan hingga 5,17 persen, sementara pengangguran hanya ada di angka 5,13 persen, dan tingkat kemiskinan di angka 9,8 persen. Angka pengangguran dan kemiskinan ini, menurut Kemenkeu, ada di titik terendah sepanjang dua dekade terakhir.
Diakuinya, normalisasi kebijakan moneter menyebabkan negara-negara emerging harus mengembalikan arus modal kepada Amerika. Kondisi ini menekan Neraca Pembayaran Indonesia dan mengurangi aliran arus modal yang masuk ke negara Indonesia. Sebelumnya, penerimaan negara dari arus modal yang masuk pada tahun 2016 dan 2017 mencapai masing-masing lebih dari 29 miliar dolar AS, sehingga dapat menutup defisit yang ada di angka 11 milliar dolar AS hingga 12 miliar dolar AS.
Sementara di semester I tahun ini, arus uang yang masuk hanya sebesar 6,5 miliar dolar AS. Sangat jauh berkurang dari tahun sebelumnya. Padahal transaksi berjalan mengalami defisit sebesar 13,7 miliar dolar AS. Praktis keuangan negara mengalami defisit 8,2 miliar Dollar AS. “Hal ini menggerus cadangan devisa dan nilai tukar Rupiah. Masalah inilah yang sedang ditangani pemerintah,” ujar Sri Mulyani. (Tian)