News
Kemenag Setarakan Ijazah, Angin Segar untuk Lulusan Pesantren

MATA INDONESIA, JAKARTA – Stigma yang selama ini melekat pada lulusan pesantren salafiyah, yaitu hanya bisa mengaji dan tidak memiliki ijazah formal tampaknya sudah tak berlaku lagi.
Kementerian Agama (Kemenag) berencana memberikan rekognisi atau pengakuan kesederajatan lulusan pendidikan pesantren salafiyah dengan pendidikan formal. Mekanismenya diatur dalam Keputusan Dirjen Pendis Nomor 4831 Tahun 2018 Tentang Rekognisi Lulusan Pesantren Melalui Ujian Kesetaraan.
“Pelaksanaan teknis ujian kesetaraan tersebut akan dilaksanakan satu kali dalam setahun, bersamaan dengan akhirus-sanah di pesantren,” kata Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin, di Jakarta, Jumat 28 September 2018.
Nantinya, ujian kesetaraan ijazah berlaku bagi para santri pesantren salafiyah yang telah menyelesaikan proses pembelajaran di setiap tingkatan atau jenjang pendidikan dan memiliki kasyfu al-darajat atau surat keterangan.
Ujian dilaksanakan secara berjenjang. Mulai dari tingkat ula atau dasar, wustha atau menengah, dan ulya atau atas. Ujian akan diselenggarakan pada satuan-satuan pendidikan keagamaan yang sudah terakreditasi dan telah ditunjuk oleh Ditjen Pendidikan Islam Kemenag.
Ujian kesetaraan ini memilki kemanfaatan kompetensial bagi setiap pesantren. Berdasarkan Kepdirjen Pendis Nomor 4832 Tahun 2018, pendidikan di pesantren salafiyah harus memiliki standar kompetensi tertentu. Ada beberapa kompetensi inti yang harus dipenuhi, yaitu kompetensi inti sikap, kompetensi inti pengetahuan dan kompetensi inti keterampilan.
Selain kompetensi inti, para santri juga diharuskan memiliki kompetensi dasar keagamaan Islam berdasarkan rumpun ilmu keagamaan, yaitu Al-Qur’an dan ‘Ulumul Qur’an, Hadits dan Ilmu Hadits, Tauhid dan Ilmu Kalam, Tarikh, Fiqh dan Ushul Fiqh, Akhlak dan Ilmu Tasawuf, serta ‘Ulum al-Lughah.
Ia menekankan bahwa ujian kesetaraan dan penetapan kompetensi yang harus dimiliki oleh santri di atas dibuat untuk menjadi acuan penilaian atas perkembangan, kemajuan, dan hasil belajar santri pesantren sebagai satuan pendidikan berbentuk pengajian kitab kuning.
Saya harap setelah ujian kesetaraan ini, anggapan yang kurang tepat terhadap santri pesantren salafiyah dan terlebih lagi pandangan minor terhadap mereka tidak lagi muncul. Masyarakat semestinya memahami bahwa baik pesantren salafiyah maupun lembaga pendidikan formal memiliki kesamaan mendasar, yaitu sebagai lembaga pendidikan untuk semua anak bangsa,” kata Kamaruddin secara tegas. (Awan)