Kisah
KSP :” Masyarakat Jangan Terpancing Spanduk Provokasi, Siapapun Boleh Mudik Lewat “Tol Jokowi”

MATAINDONESIA.ID, JAKARTA – Spanduk bertuliskan ‘tol Jokowi ‘ terpampang di beberapa titik ruas tol baru yang dibangun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kantor Staf Kepresidenan (KSP) menegaskan tol yang dibangun tersebut diperuntukkan bagi semua masyarakat tanpa melihat perbedaan pandangan politik.
Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi KSP, Eko Sulistyo mengatakan, munculnya spanduk tersebut merupakan reaksi masyarakat atas kondisi politik yang terjadi belakangan ini. Mulai dari ajakan membunyikan klakson bagi pendukung gerakan #2019GantiPresiden ataupun spanduk bernada satire dari simpatisan Jokowi kepada pendukung #2019GantiPresiden.

“Jadi, ini reaksi masyarakat. Ini baik yang kemudian menggunakan ajakan untuk membunyikan klakson maupun spanduk bagi yang sedang melewati tol,” kata Eko saat berbincang dengan detikcom, Minggu (10/6/2018).

Meski demikian, kata Eko, pihaknya mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan tidak terpancing satu sama lain. Dia berharap momentum Ramadan dan Idul Fitri nanti jad ajang untuk bersilaturahmi dan persatuan.
“Sebaiknya kita harus memaknai momentum mudik, Idul Fitri itu adalah momentum untuk silaturahmi yang memiliki makna saling menyatukan, kemudian saling memaafkan, bukan kemudian untuk tujuan politik,” katanya.
Eko juga menegaskan, pembangunan infrastruktur, termasuk fasilitas jalan oleh Presiden Jokowi bukan ditujukan untuk kelompok tertentu. Semua lapisan masyarakat bisa menggunakan fasilitas yang disediakan negara tersebut.
“Itu tidak ditujukan untuk kelompok politik tertentu. Semua bisa menggunakan dan bisa memanfaatkan. Dan ketika pemerintah membangun itu karena itu mandat kepada seorang pemimpin, salah satunya membangun fasilitas yang bisa digunakan oleh masyarakat,” katanya.
Eko pun mengkilas balik langkah yang dilakukan oleh Presiden pertama RI Sukarno, yang menjadikan momen Idul Fitri untuk menyatukan semua pandangan. Sukarno mengumpulkan para ulama da elite politik yang dikemas dalam acara Halal Bihalal Idul Fitri.
“Kita harus belajar pada tokoh bangsa. Pada saat tahun 1948, di saat bangsa Indonesia mengalami fragmentasi di antara para elite politik saat itu, Bung Karno pernah meminta saran dan nasihat kepada KH Wahab Hasbullah untuk kemudian menyarankan supaya diadakanlah silaturrahmi halal bihalal saat lebaran yang mengundang tokoh-tokoh itu,” jelasnya.
“Jadi, marilah kita jadikan peristiwa mudik dan Idul Fitri ini sebagai momentum untuk sulaturahmi kebangsaan,” tambahnya.