
JAKARTA – Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin, mengundang Forum Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) untuk halal bihalal sekaligus berdiskusi terkait radikalisme agama di lingkungan kampus.
“Kita berkumpul bersama dalam rangka halal bihalal sebenarnya sekaligus pertemuan ini kita manfaatkan untuk diskusi tentang radikalisme. Kecendrungan pemahaman dan tindakan ekstrem yang sekarang kita rasakan juga merambah ke perguruan tinggi kita, ini harus kita respon serius,” kata Menag Lukman Hakim di Rumah Dinas Menteri Agama Komplek Widya Chandra III No 9 Jakarta Selatan, Jumat (29/6).
Halal bihalal ini bertujuan untuk berdiskusi dan saling sharing antara rektor PTKIN seluruh Indonesia. Sharing ini bertujuan untuk mengatasi atau menanggulangi paham-paham radikalisme yang tersebar di lingkungan kampus.
Menag Lukman mengatakan sejauh ini belum ada indikasi perguruan tinggi islam yang terindikasi adanya penyebaran paham radikalisme di dalam lingkungan kampus itu. Ia mengatakan penanggulangan ini harus dilakukan di semua perguruan tinggi tidak hanya perguruan tinggi Islam saja.
“Ada dua hal harus diantisipasi secara serius yaitu mulai maraknya pemahaman keagamaan yang cenderung ekstrim. Ekstrim itu berlebih itu lawan kata moderat. Jadi pemahaman-pemahaman yang berlebihan ini menurut hemat kami harus betul-betul diseriusi gimana penanggulanganya,” kata Menag Lukman.
“Kedua, dari pemahaman itu muncul tindakan pengamalan keagaman yang juga ekstrem, pengamalan tidak lagi moderat yang mudah menyalah-nyalahkan pihak yang berbeda dengan kita bahkan tidak hanya menyalahkan bahkan mengkafirkan sesuatu yang tidak hanya mengusik kehidupan keagamaan kita tapi juga merongrong atau mengancam keutuhan kita sebagai sebuah bangsa yang majemuk ini,” sambungnya.
Untuk itu, dalam kesempatan ini, Menag Lukman berpesan kepada seluruh rektor agar merespons hal ini dengan serius. Ia juga berpesan agar para rektor memberikan sumbangsih pemikiran dan langkah-langkah yang kongkrit untuk menanggulangi hal itu.
“Yang harus diantisipasi serius yaitu mulai maraknya keagamanan yang cenderung ekstrim,” kata Menag Lukman.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra, merasa perlu langkah serius mencegah penyebaran radikalisme di kampus.
“Jadi sebenarnya termasuk perguruan tinggi islam negeri juga tidak bisa dikatakan imun atau bebas dari gejala radikalisme itu, terutama di PTKIN yang ada fakultas umumnya. Karena kita lihat juga di fakultas umum, entah itu kedokteran, bisnis, sains yang bukan keagamaan ada di antara dosen dosen mereka itu yang tamatan PT umum, dan bisa jadi di antara mereka itu ada yang terkontaminasi dengan paham radikal,” kata mantan Rektor UIN Jakarta tersebut.
Menurut dia munculnya gejala radikalisme termasuk di PTKIN karena pemahaman keagamaan islam yang tidak komprehensif, cenderung hitam putih dan di sisi yang lain pengetahuan kebangsaan juga sangat lemah.
Indikasi masuknya radikalisme di PTKIN terutama yang memiliki fakultas umum kata dia sudah ada sejak lama karena dosen yang tidak punya latar belakang pendidikan keislaman yang baik.
“Mereka dari kampus umum mengajar di kampus islam negeri dan di sana mereka membawa pemahaman itu. Saya tahu ada gejala itu,” beber Azyumardi.
Ia menegaskan dalam pemetaan sementara sudah ada indikasi ke arah sana walaupun tetap perlu pemetaan yang komprehensif.
“Karena saya kira penelitian yang komprehensif mengenai mulai masuknya radikal di PTKIN harus dilakukan agar indikasi ini makin terkonformasi dan bisa segera diambil upaya mengatasinya,” katanya.
Kelemahan para dosen saat ini lanjut dia ialah tidak dibekalinya para dosen baru dengan pemahaman keagamaan yang baik dan benar serta komprehensif dan di sisi lain kebangsaan.
“Padahal keislaman dan kebangsaan itu harus sejalan bukannya dipertentangkan,” ungkap Azyumardi seraya menambahkan hal inilah yang membuat banyak dosen dan kemudian menjalar kepada mahasiswa masuknya pemahaman islam transnasional asal Timur Tengah. (ZN)