HeadlineKisah

Mengenang Tragedi Perang ‘Dunkirk’ Van Java di Cilacap

MATA INDONESIA, JAKARTA – Buat kalian pecinta film perang pasti tahu film ‘Dunkrik’. Film karya Christopher Nolan ini mengambil setting kisah nyata di masa Perang Dunia II, yakni tentang aksi penyelamatan 330 ribu tentara Sekutu yang berasal dari 4 negara berbeda yaitu Inggris, Perancis, Belgia, dan Belanda.

Dalam film tersebut, tentara-tentara ini terdampar di sebuah pantai yang terletak di kawasan Dunkirk, Perancis. Ketika itu, ribuan orang berebut naik ke ke kapal yang berusaha membawa mereka ke Eropa, setelah Nazi menjarah negara-negara di sekelilingnya dan menguasai Prancis.

Namun tahukah kalian, jika peristiwa ‘Dunkirk’ juga pernah terjadi di pantai selatan Pulau Jawa di penghujung Februari 1942. Saat itu ribuan orang Belanda dan kulit putih non-Belanda menyemut di Pelabuhan Tjilatjap setelah Jepang menduduki Palembang.

Mereka yakin, Jepang bakal menguasai Pulau Jawa dalam beberapa hari. Sekaligus menggebah warga putih ke kamp-kamp interniran.

Tjilatjap 1940-an

DARI KETINGGIAN: Cilacap difoto dari ketinggian sebelum dihancurkan Jepang.

DARI KETINGGIAN: Cilacap difoto dari ketinggian sebelum dihancurkan Jepang. 

Cilacap, atau Tjilatjap, tahun 1940-an adalah kota yang sepi. Kota lebih banyak dihuni pemukim kulit putih dan Tionghoa. Pribumi menetap di pinggir kota, lebih tepatnya di desa-desa.

Pelabuhan Cilacap, tak jauh dari Nusa Kambangan, selalu ramai oleh kapal-kapal dagang. Dari pelabuhan ini gula, yang dihasilkan pabrik-pabrik gula di Banyumas dan Purwokerto, dikirim ke banyak negara.

Sampai akhir 1942, Pelabuhan Cilacap — dan semua kota di Pulau Jawa — masih aman-aman saja. Ketegangan relatif hanya dirasakan petinggi militer Belanda, yang yakin Jepang akan menjawah seluruh Hindia-Belanda. 


PERBAIKAN: USS Marblehead berada di Cilacap dan mengalami kerusakan setelah pemboman Jepang. 

Pada 11 Januari 1942 Jepang menyerbu Tarakan untuk menguasai sumur minyak. Dilanjutkan dengan membom Balikpapan, menduduki Pontianak, Kotabangun, dan Banjarmasin.

Semuanya direbut dalam waktu singkat dan tanpa perlawanan. Pertengahan Februari 1942 Jepang menduduki Palembang. American British Dutch Australian Command (ABDACOM), komando tertinggi gabungan yang dibentuk untuk menghadapi Jepang dan bermarkas di Lembang, panik.

Jenderal Hein ter Poorten, orang nomor satu KNIL yang ditunjuk sebagai panglima ABDACOM, tidak bisa berbuat apa-apa. Yang ia lakukan hanya meramalkan kedatangan Jepang ke Pulau Jawa, tapi tidak tahu cara menghadapinya.

Pemukim Belanda di kota-kota pelabuhan, salah satunya Batavia, mengungsi ke pedalaman. Tjarda van Starkenborgh, gubernur jenderal Hindia-Belanda saat itu, mengungsi ke Bandung. Pejabat pemerintahan berdesakan di Hotel Homann dan Preanger.

Di Cilacap, kesibukan di pelabuhan terlihat pada pekan terakhir Februari 1942. Semua kapal dagang di pantai utara Jawa diperintahkan berlayar ke Cilacap, dan dikontrak untuk membawa pengungsi.

Sekitar 1000 orang Belanda, pejabat dan orang kaya, serta 8000 pekerja pelabuhan — terdiri dari berbagai bangsa — berdesakan di tempat penampungan; hotel, losmen, pension house, gudang, dan rumah-rumah penduduk yang tak jauh dari pelabuhan. 

Yang Beruntung dan Sial

Akhir Februari 1942, sekitar 40 kapal dagang — yang ditaksir mampu membawa pengungsi ke Australia dan Sri Lanka — diperintahkan melempar jangkar sekitar 200 meter dari dermaga Cilacap. Ini dimaksudkan agar peristiwa Pearl Harbor, ketika Jepang menenggelamkan sekumpulan kapal di pelabuhan, tidak terulang.

Hanya SS Janssens diperintahkan bersandar di dermaga Cilacap. Keesokan hari, kapal-kapal pengungsi di pelabuhan milik Belanda, Inggris, dan AS, menuju Australia dan Sri Lanka. Pada saat yang sama, terdengar kabar dari Surabaya bahwa penghancuran Tanjung Perak dimulai.

Belanda memerintahkan personel angkatan laut melakukan perjalanan dengan kereta api ke Cilacap. Pada 1 Maret 1942, kapal pertama — mengangkut warga Inggris — berlayar menuju Perth dari Cilacap.

Keesokan hari, atau 2 Maret 1942, Cilacap kedatangan sekitar 3000 personel AL Belanda. Pesawat pengintai Jepang berputar-putar di atas pelabuhan. Kepanikan luar biasa terjadi. 


PENGUNGSI AUSTRALIA: Kapten Australia berdiri di antara antrean mobil di Pelabuhan Cilacap.

Sebelum meninggalkan Cilacap, tentara Australia membakar semua mobil. (Bawah) Personel militer Australia berkumpul menutup rel kereta. Mereka akan dibawa dengan kapal Abbekerk.  Tidak ada perintah jelas.

Tentara dan warga sipil Belanda berbaur dan berlomba mencapai kapal yang akan membawa mereka ke Australia atau Selandia Baru. Malam itu lima kapal; Sloterdijk, Kota Baru, Tjisaroea, Duymaar Twist dan General Verspijk, silih berganti merapat ke pelabuhan dan memuat pengungsi.

Total 2000 pengungsi berhasil diangkut. Sloterdijk dan Kota Baru mencapai Melbourne dan Sri Lanka. Tjisaroea dan Duymaar Twist dicegat kapal perusak Jepang dan dipaksa mengubah jalur pelayaran ke Makassar.

Seluruh penumpangnya digelandang ke kamp interniran. General Verspijk, yang seluruh penumpangnya berkebangsaan Inggris, mencapai pantai Australia. Janssens dan Tawali menjadi kapal dagang terakhir yang digunakan untuk mengevakuasi pengungsi.

Tawali dan Janssesn berangkat dengan selisih waktu beberapa jam. Tawali mencapai Sri Lanka. Janssens, dengan 800 pengungsi di dalamnya, ditembaki pesawat tempur Jepang.

Beberapa pengungsi terluka, dan kapal mengalami kerusakan parah. Kapten GN Prass tidak ingin risiko melanjutkan pelayaran, dan melempar jangkar di perairan Pacitan. Terjadi kegaduhan di atas kapal.

Prass menghadapi dua kelompok pengungsi; mereka yang menolak melanjutkan perjalanan dan yang memutuskan turun di Pacitan. Prass memberi pilihan kepada mereka. Hasilnya, 200 orang pengungsi meminta diturunkan dari kapal. Sekoci diturunkan, dan 200 orang mencapai pantai Pacitan.

Prass, dengan beberapa pelaut dan 500 pengungsi, melanjutkan pelayaran ke Australia dengan Janssens yang rusak serius. Pada 13 Maret 1942, setelah sembilan hari berlayar, Prass dan Janssens tiba di Fremantle, Australia. 


MENUJU AUSTRALIA: Pasukan Ausralia di atas kapal MS Abbekerk.  

Pada 4 Maret 1942, Cilacap masih dipenuhi pengungsi, tapi hanya ada kapal-kapal kecil yang tidak layak berlayar sedemikian jauh. Selain pengungsi, sejumlah prajurit KNIK dan AL Inggris ditugaskan menahan serangan Jepang.

Dalam De Japanse aanval op Java, seorang serdadu Belanda menuliskan serangan Jepang ke Cilacap pada 4 Maret 1942. “Jepang menyerang Cilacap dengan 18 pesawat pengebom dan 10 pemburu. Pengeboman dilakukan dari ketinggian, untuk menghindari tembakan artileri anti-serangan udara. Kapak-kapal di perairan Cilacap tenggelam, warga sipil berlarian. Korban tewas mencapai 60 orang, dan semuanya pribumi.”

Keesokan hari, Jepang mengerahkan 27 pengebom dan 20 pemburu. Sasaran serangan adalah kubu senjata antipesawat milik Inggris. Dermaga hancur.

Kapal Belanda dan tanker tenggelam. Pembom Jepang yang terbang rendah menjadi sasaran empuk artileri antipesawat Inggris. Antara lima sampai delapan pesawat Jepang jatuh.

Jumlah korban mencapai 350 sampai 400 orang. Menjelang malam, Cilacap hanya dihuni tiga orang; residen Holsche, pengawas keuangan pemerintah kota Visscher, dan komisaris polisi Riemersma. Saat itu, 80 persen Cilacap hancur, dan kebakaran terjadi di semua sudut kota.

Korban Jiwa

Visscher mengeluhkan kurangnya bantuan dari militer Belanda. Ia menulis di catatan pribadinya; “Saat ini, Tuhan adalah mahluk asing bagi kita.”

Ia memperkirakan jumlah korban mencapai 450 orang, kebanyakan pribumi dan kuli pelabuhan yang miskin. Usai pengeboman, pasukan Jepang datang untuk membawa semua tentara KNIL dan Inggris ke kamp tahanan.

Pada 8 Maret 1942, Jepang mendirikan kamp tawanan perang di Cilacap.  Cilacap adalah ironi. Sebelum kedatangan Jepang, kota ini dikenal sebagai titik pemberhentian terakhir bagi narapidana yang akan dibuang ke Nusa Kambangan. Anehnya, setelah peristiwa dramatis Maret 1942, Cilacap sama sekali tidak tercatat dalam sejarah Perang Dunia II.

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close