
MATA INDONESIA, JAKARTA-Badai besar sedang melanda kerajaan Lippo Grup saat ini, dua petinggi nya terjerat kasus korupsi sebagai pemberi suap dan saat ini ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus ini, merupakan bagian terkecil dari perusahaan raksasa yang dibangun oleh keluarga Riady.
Sebelumnya, ada beberapa kasus yang melibatkan Lippo Group, khususnya di bisnis saham. Tak hanya itu, Lippo pernah juga tertangkap tangan oleh KPK saat melakukan suap urusan first media dan masih banyak lagi.
Kalau dihitung dan diceritakan tak habis sampai satu buku mengenai tindak tanduk Lippo Grup yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginannya. Untuk urusan suap menyuap itu bukan lagi hal yang tabu bagi keluarga Lippo Grup, mereka melakukan hal itu agar bisa lolos dari bentuk aturan apapun itu bahkan dari jeratan hukum.
Namun, kini kasus hukum yang lagi-lagi suap menyuap kembali menjerat para petinggi dari Lippo Grup yakni Mantan Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, kedua merupakan kakak beradik yang malang melintang berkecimpung di bisnis Lippo Grup dan digadang-gadang merupakan tangan kanan dari James Riady pemilik dari Lippo Grup.
Mantan Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro yang sempat buron dua tahun sejak ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap ke panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, akhirnya menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jumat 12 Oktober 2018.
Dalam kasus ini Eddy memberikan uang suap sebesar Rp 150 juta kepada panitera Pengadilan Jakpus, Eddy Nasution. Pemberian uang suap itu melalui seorang pengusaha bernama Doddy Aryanto Supeno.
Baik Doddy dan Eddy Nasution sudah ditangkap oleh lembaga antirasuah dan diseret ke pengadilan. Sebagai pemberi suap, Doddy divonis 4 tahun penjara pada 14 September 2016. Sementara, mantan panitera Pengadilan Negeri Jakpus, Eddy Nasution divonis 5 tahun dan 6 bulan penjara pada 8 Desember 2016.
KPK menetapkan Eddy sebagai tersangka pada tahun 2016 lalu. Ia disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor.
Merujuk kepada UU itu, maka Eddy terancam pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda Rp 150 juta lantaran telah memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya.
Selang dua hari penyerahan diri Eddy Sindoro ke KPK, Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro tetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka kasus suap beberapa perizinan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Dalam kasus suap kali ini, Lippo Grup memberikan mahar untuk pelicin perizinan mencapai Rp 13 miliar melalui sejumlah dinas. Hingga saat ini telah terealisasi Rp 7 miliar ke beberapa kepala dinas periode April, Mei, dan Juni.
Tak hanya Billy, sejumlah orang Lippo juga ikut terseret pemberian suap kepada pejabat di Pemkab Bekasi, antara lain Taryadi (konsultan Lippo Group), Fitra Djaja Purnama (konsultan Lippo Group), dan Henry Jasmen (pegawai Lippo Group).
Mereka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Kasus ini bukan kali pertama yang dilakukan Billy, sebelumnya tahun 2008 lalu, ia juga pernah berurusan dengan lembaga antirasuah ini. Saat itu kasus yang menjeratnya terkait penanganan perkara dugaan pelanggaran UU Hak Siar, persisnya Hak Siar Premier League oleh PT Direct Vision, Astro All Asia Network, Plc, ESPN Star Sport dan All Asia Multimedia Networks. Kasus ini sempat masuk meja Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Agar PT Direct Vision bisa tetap mengantongi hak siar Liga Inggrs itu, Billy diketahui ‘berkongsi’ dengan salah satu anggota majelis KPPU M Iqbal yang menangani kasus monopoli hak siar itu.
Sebagai rasa terima kasih, Bill dan Iqbal bertemu di kamar 1712 Hotel Aryaduta Jakarta pada 16 September 2008. Saat itu keduanya tertangkap tangan KPK dengan bukti uang senilai Rp500 juta yang diberikan Billy kepada Iqbal.
Billy pun dijatuhi vonis 3 tahun penjara dan membayar denda senilai Rp200 juta subsidair 3 bulan kurungan penjara. Billy dijebloskan ke LP Cipinang pada 7 April 2009.
Dengan mencuatnya kasus-kasus ini, berdampak negative terhadapa kinerja saham Grip Lippo, terutama sektor property. Analis pasar modal, Indra menilai Investor akan mencermati siapa saja pihak-pihak yang terkena kasus itu. Jika manajemen pengelola Meikarta tersandung kasus maka dampak negatifnya dapat berlanjut.
Terpantau harga saham PT Lippo Cikarang Tbk yang merupakan pengembang Meikarta, dengan kode perdagangan LPCK di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami penurunan sebesar 14,77 persen Rp1.385 per saham. LPCK merupakan anak perusahaan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR). Terpantau, harga saham LPKR juga mengalami koreksi sebesar 2,68 persen Rp290 per saham pada Senin 15 Oktober 2018.
Sekilas tentang Meikarta, Megaproyek senilai Rp 278 Triliun ini diangkat sedemikian rupa oleh Lippo Group sebagai terobosan bagi terlahirnya Jakarta Baru, yang berlokasi di ujung timur Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Proyek ini merupakan proyek milik Lippo yang dikepalai oleh CEO yang sudah berpengalaman dalam bidangnya, yakni James Riady.
Megaproyek tersebut merencanakan pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan. Untuk itu butuh berbagai perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampah hingga lahan makam. (Tiar Munardo)