Headline
MEWASPADAI PEREDARAN UANG PALSU MENJELANG DAN PASCA IDUL FITRI

Peredaran uang rupiah palsu merupakan tindak kejahatan yang memanfaatkan momen-momen tertentu terutama momen hari raya Idul Fitri yang menyedot dan sekaligus mentransformasikan berbagai aktivitas perekonomian masyarakat. Selama kurun waktu 2017 Secara kuantitas, terjadi fluktuasi peredaran uang palsu, dimana pada bulan Mei 2017 sebanyak 10 kasus, April 5 kasus, Maret 4 Kasus dan Pebruari 6 Kasus serta Januari sebanyak 3 kasus. kecenderungan peningkatan peredaran uang palsu terjadi pada bulan Januari dan Pebruari 2017 (9 kasus) serta Mei 2017 (10 kasus), hal tersebut dimungkinkan karena pada bulan Januari s.d Februari bersamaan waktunya dengan proses pelaksanaan Pemilukada serentak beberapa daerah di Indonesia sehingga peredaran uang palsu diduga ada korelesi dengan kepentingan politik. Sedangkan meningkatnya peredaran uang palsu yang terjadi pada bulan Mei 2017 diprediksi karena pelaku memanfaatkan momentum bulan puasa dan Idul Fitri yang akan datang untuk tujuan atau kepentingan ekonomi.
Selama Januari s.d Mei 2017, jumlah total uang palsu yang beredar di masyarakat dan berhasil diamankan petugas sebesar Rp1.362.745.000,- dengan rincian bulan Mei sebesar Rp220.360.000,-, April sebesar Rp109.685.000,- Maret sebesar Rp22.600.000, Februari sebesar 189.450.000 dan Januari sebesar Rp820.650.000,-. Meningkatnya Peredaran uang palsu dalam jumlah yang cukup signifikan terjadi pada bulan Januari, Pebruari dan Mei 2017. Pada bulan Januari dan Pebruari 2017 uang palsu yang beredar jumlahnya mencapai Rp1.230.460.000,- . Hal ini mengindikasikan bahwa ada korelasi antara peredaran uang palsu dengan proses Pilkada serentak 2017, dengan bukti menjelang momentum proses Pilkada serentak 2017 terjadi lonjakan peredaran uang palsu dengan jumlah mencapai miliaran rupiah. Demikian pula pada bulan Mei 2017, ketika menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri peredaran uang palsu kembali mengalami kenaikan (10 kasus) dengan total nilai sebesar Rp220.360.000,-. Meskipun dari sisi jumlah peredaran uang palsu pada bulan Mei 2017 lebih kecil dibandingkan peredaran uang palsu pada bulan Januari dan Pebruari 2017, namun dilihat dari sebaran uang palsu pada bulan Mei lebih luas dan terjadi di beberapa daerah, hal ini mengindikasikan kepentingan ekonomi lebih dominan seiring meningkatnya kebutuhan pokok masyarakat menghadapi bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri 2017.
Ditinjau dari kuantitas jumlah uang palsu yang beredar, Prov. Bali menempati rangking pertama dengan jumlah Rp502.430.000,- disusul Palembang, Sumsel sebesar Rp295.750,000, kemudian Palangka Raya Kalteng Rp166.000.000,- dan Indramayu, Jabar sebesar Rp.100.000.000,-. Sedangkan daerah sebaran uang palsu secara berturut-turut adalah Jabar (Kab. Indramayu dan Kota Depok), Jateng (Kab. Banyumas dan Kab. Rembang), Jatim (Kab. Bondowoso dan Jember), Sulteng (Kab. Banggai dan Kab. Marowali) masing-maing 2 kasus, disusul Palembang (Sumsel), Imogiri, Bantul (Yogyakarta), Kab. Kupang (NTT), Kab. Pohuwato (Gorontalo), Kota Babussalam (NAD), Kab. Tangerang (Banten), Kab. Sintang (Kalbar), Kab. Kaloka (Sultra), Kota Samarinda (Kaltim) dan Kab. Sambas (Kalteng) masing masing 1 kasus. Sedangkan ditinjau dari besaran nominal uang yang dipalsukan, uang palsu dengan jumlah paling banyak adalah pecahan Rp100.000,- disusul urutan berikutnya pecahan Rp50.000,- hal ini diprediksi bahwa nilai nominal lebih besar disamping menjanjikan keuntungan yang lebih beras juga meminimalisir kemungkinan resiko/keamanan dalam pendistribusian uang palsu tersebut.
Modus. Perkembangan teknologi disalahgunakan oleh sekelompok orang orang untuk melakukan tindakan kriminal pemalsuan uang rupiah, apalagi peralatan pendukung kegiatan tersebut sangat mudah didapatkan dengan harga yang terjangkau. Dalam beberapa kasus yang terungkap ada kecenderungan jaringan pencetak dan pengedar uang palsu, mencetak uang tersebut dengan bahan baku kertas HVS dan di cetak menggunakan mesin printer berwarna jenis canon pixma G2000 dan E410 serta mesin penghalus kertas. Tehnik Pengedaran. Para pelaku jaringan uang palsu mengedarkan uang dengan cara penukaran, dengan perbandingan (1: 2) s.d (1: 6) atau dibelanjakan barang kebutuhan pokok di pasar tradisional, toko-toko kecil daerah pinggiran dan tempat tempat hiburan guna mendapatkan bahan kebutuhan dan kembalian uang asli.
Pemalsuan uang rupiah merupakan tindak kejahatan serius karena akan berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap rupiah, dampak lainya terutama bagi kalangan bawah yang kurang memiliki pemahaman akan ciri dan karakteristik uang rupiah palsu yang merupakan pengguna terbesar uang tunai akan menderita kerugian akibat tertipu oleh uang palsu. Pada sisi lainya, kesadaran masyarakat untuk melaporkan adanya uang palsu sangat kurang, bahkan kerena ketidaktauanya bila mereka mendapatkan uang palsu, mereka cenderung membelanjakannya kembali sehingga sulit untuk dapat memotong mata rantai peredaran uang palsu. Kejahatan uang palsu juga merupakan kejahatan yang sangat kompleks karena kejahatan ini terjadi antartempat dan antarwaktu, memiliki mobilitas tinggi, serta didukung oleh alat dan teknologi yang cukup canggih sehingga berpeluang mengganggu stabilitas ekonomi maupun stabilitas nasional.
Seiring dengan meningkatnya peredaran uang rupiah palsu, pada bulan Mei 2017, diharapkan masyarakat meningkatkan kewaspadaan dalam melakukan transaksi tunai terutama sebelum dan sesudah Idul Fitri, mengingat besar kemungkinan adanya oknum yang memanfaatkan momen tersebut untuk menarik keuntungan dengan cara mengedarkan dan membelanjakan uang rupiah palsu. Oleh karenanya masyarakat diharapkan dapat mengenali ciri-riri uang rupiah palsu dan bila masyarakat mengetahui dan menemukan indikasi adanya uang palsu diharapkan segera melaporkan kepada aparat keamanan setempat untuk mendapatkan tindak lanjut.
Dr. Tugiman
Pengamat Sosial dan Dosen Universitas Pasundan Bandung