News
Perlindungan Lemah, Whistleblower Terancam Dipidanakan Balik

Jakarta (MI) – Pelapor suatu kasus atau yang dewasa ini dikenal dengan istilah Whistleblower belum mendapatkan perlindungan keamanan yang baik. Ancaman terhadap whistleblower masih tetap terjadi, tidak hanya berupa ancaman fisik, ancaman hukum lewat pelaporan balik, namun juga psikologis dan administratif.
“Institute for Criminal Justices Reform (ICJR) menilai saat ini masih lemahnya perlindungan terhadap whistleblower di Indonesia,” kata Supriyadi Widodo Eddyono, Direktur Eksekutif ICJR melalui siaran pers di Jakarta, Senin (21/8/2017).
Supriyadi mengungkapkan bahwa masih terdapat pelapor kasus korupsi yang terancam serangan balik hukum pidana karena laporan mereka atas tindak pidana korupsi.
“Saat ini ICJR masih memonitor situasi dua pelapor korupsi yang seharusnya berada dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) namun bernasib nahas, karena mereka terancam masuk ke dalam jeruji penjara,” terangnya.
Kasus yang pertama adalah Stanley Ering yang terancam dipenjara karena mengadukan dugaan korupsi di Universitas Negeri Manado (Unima) ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara dan KPK pada tahun 2011.
Hal ini terjadi karena, Rektor Unima, Philotus, melaporkan balik Stanley ke Polda Sulut pada 17 Februari 2011 yang kemudian didakwa dengan pasal 311 KUHP tentang fitnah. Pada tanggal 8 Maret 2012, Stanley diputus bersalah dan pada 23 Juli 2013, Hakim Kasasi tetap menjatuhkan hukuman 5 bulan penjara. Saat ini ia sedang menunggu perintah eksekusi penjara dan kembali dituduh melakukan pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 27 (3) UU ITE.
Kasus kedua menimpa Daud Ndakularak, seorang pelapor kasus dugaan korupsi asal Waingapu, NTT. Daud Ndakularak, sejak tahun 2010, berdasarkan keputusan LPSK No: R-182/I.4/LPSK/03/2010 merupakan terlindung dalam posisinya sebagai pelapor tindak pidana kasus korupsi di LPSK. Saat ini Daud ditahan di Kupang sejak 14 Agustus 2017.
“Ia adalah pelapor dalam perkara tindak pidana pengelolaan dana kas APBD Kabupaten Sumba Timur TA 2005-2006 yang proses penyidikannya telah ditangani oleh Kepolisian Resor Sumba Timur dan telah diputus oleh Pengadilan Tipikor Kupang. Namun naas, karena statusnya sebagai pelapor Korupsi, saudara Daud Ndakularak mendapatkan serangan pembalasan,” jelas Supriyadi.
ICJR mengingatkan secara serius kepada LPSK agar segera mengaktifkan kembali perlindungan dan pendampingan dalam statusnya sebagai whistleblower baik kepada Stanley Ering dan Daud Ndakularak.
“Tidak ada alasan bagi LPSK untuk menunda-nunda perlindungan bagi kedua pelapor korupsi ini, karena mereka sebelumnya pernah berada dalam perlindungan LPSK,” tegas Supriyadi.
Selain itu, ICJR juga meminta agar LPSK segara melakukan langkah-langkah untuk memberikan perlindungan dan memonitor pengadilan yang memeriksa perkara mereka. Termasuk untuk melakukan pengkajian atas seluruh pelapor yang pernah dilindungi untuk melihat apakah mereka mendapat serangan balik atas laporan yang mereka sampaikan.
ICJR mendorong agar aparat hukum menghentikan serangan balik kepada pelapor-pelapor korupsi yang beritikad baik seperti Stanley Ering dan Daud Ndakularak, serta meminta Jaksa Agung mencermati proses penuntutan terhadap mereka.
“Situasi ini menunjukkan kepada publik bahwa menjadi whistleblower atau pelapor di Indonesia dapat merugikan pribadi dan keluarga, karena sangat rentan atas pembalasan dan minim perlindungan negara,” katanya. (YND/AVR)