Kisah

PM Selandia Baru Jacinda Ardern, Pemimpin dan Ibu yang Berani Hamil

MATAINDONESIA.ID, WELLINGTON – Di dunia ini, jarang ada pemimpin negara atau pemerintahan yang hamil dan melahirkan pada saat memerintah. Mungkin, hanya Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern yang berani melakukan hal itu.

Ardern, 38 tahun, menjadi berita utama dunia sejak berkuasa pada Oktober lalu ketika menjadi pemimpin terpilih kedua yang melahirkan saat menjabat, setelah Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto pada 1990. Ia bukan hanya perdana menteri termuda di negaranya, tapi juga yang pertama mengambil cuti hamil saat menjabat, yang secara luas dilihat sebagai lambang kemajuan perempuan.

Lahir sebagai bungsu dari dua bersaudara di Hamilton, Selandia Baru, pada 26 Juli 1980, Jacinda berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya, Ross Ardern, bekerja sebagai polisi, dan ibunya, Laurell Ardern, bekerja sebagai pekerja di kantin sekolah.

Jacinda tumbuh besar di Murupara, sebuah kota kecil di timur laut Wellington, sebelum akhirnya berpindah ke Morrinsville, Waikato, akibat kenaikan pangkat ayahnya. Ia kemudian menamatkan pendidikan dasar dan menengahnya di kota ini.

Setelah menamatkan pendidikan menengahnya, Jecinda Ardern mengambil jurusan komunikasi politik di Universitas Waikato pada tahun 1999. Saat masih kuliah, Ardern dikenal telah aktif di dunia politik. Ia bergabung dengan Partai Buruh Selandia Baru tak lama setelah menempuh pendidikan tinggi, di usia 17 tahun, pada 1999.

Pada tahun 2008, Jacinda Ardern menjadi kandidat anggota parlemen dari Partai Buruh untuk mewakili distrik Waikato. Ia kemudian terpilih di usianya yang baru 28 tahun, sekaligus menjadikannya anggota parlemen termuda. Dalam pidato-pidatonya ia dikenal sebagai pendukung dari kebijakan penggunaan bahasa Maori di sekolah-sekolah Selandia Baru.

Pascapengunduran Andrew Little sebagai pemimpin Partai Buruh pada 1 Agustus 2017, hanya sebulan sebelum pemilihan umum Selandia Baru dilaksanakan, Jacinda Ardern berhasil terpilih sebagai ketua baru Partai Buruh. Sebagai pemimpin Partai Buruh yang baru, Ardern berhasil membuat Partai Buruh meraih 36.9 persen suara pemilih.

Setelah lobi-lobi yang cukup alot, Jacinda Ardern akhirnya berhasil memperoleh koalisi untuk mengamankan setidaknya 63 kursi di Parlemen Selandia Baru, sekaligus membuatnya naik menjadi Perdana Menteri ke-40 Selandia Baru.

Saat menjadi perdana menteri, Jacinda yang baru saja menikah dengan presenter televisi Clarke Gayford, memutuskan hamil. Pada Juni 2017 lalu Jacinda Ardern mengambil cuti selama enam minggu, dan menyerahkan pekerjaanya kepada Wakil Perdana Menteri Selandia Baru, Winston Peters. “Saya bukan wanita pertama yang bekerja dan punya bayi. Saya tahu ini keadaan khusus tapi ada banyak wanita yang telah melakukannya dengan baik sebelum saya,” katanya.

Selandia Baru memang dikenal memiliki reputasi progresif dalam keseteraan gender. Negara ini menjadi negara pertama yang memberi perempuan hak untuk memilih pada tahun 1893. “Ini adalah waktu yang menakjubkan,125 tahun kemudian kita memiliki seorang perdana menteri yang akan melahirkan di kantor,” kata Menteri Perempuan Selandia Baru, Julie Anne Genter, tergelak.

Dukungan dari lawan politiknya membuat Jacinda santai. Saat ditanya seorang reporter bagaimana dia bisa menggabungkan pemerintah sambil menderita mual-mual kehamilan, dia menjawab, “Itulah yang dilakukan perempuan“.

Saat melahirkan dan punya bayi perempuan, Jacinda pun tetap fokus dengan negaranya. Enam minggu setelah dirinya cuti, Jacinda diundang ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Meski saat itu bayinya baru tiga bulan, Jacinda tetap membawa anaknya ke New York, markas besar PBB.

Jacinda yang tetap menyusui anaknya dan tidak dapat jauh dari bayinya untuk waktu lama, saat disindir moderator soal anaknya yang tidur di belakang panggung Majelis Umum PBB, ia hanya menjawab ringan. ”Bukankah ini pukul 03.30 pagi waktu Selandia Baru?.”

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close