
MATA INDONESIA, JAKARTA – Putri mendiang NH Dini, Marie-Claire Lintang mengaku terakhir bertemu dengan sang ibu pada Desember 2014. Pertemuan itu berlangsung di Bali, saat dirinya bersama suami dan putranya berwisata di Pulau Dewata tersebut.
Berdasarkan pengakuannya dalam wawancara dengan CNN Indonesia, Claire ingin putra-putranya bertemu ibu, yang sudah beberapa tahun tidak bertemu mereka. Sayangnya, putra bungsu saya ternyata harus kerja selama hari libur dan terpaksa membatalkan perjalanannya.
“Pasti ibu senang kalau bisa bertemu mereka berdua, cucu-cucunya. Kini mereka sudah dewasa. Lain kali, jika semua memungkinkan,” kata Lintang.
Untuk menebus rasa kangennya, Claire kerap mengirim surat elektronik, bukan menelepon. Surat elektronik tampaknya lebih dapat diandalkan, dan dirinya yakin pesannya akan sampai kepadanya.
Wanita kelahiran Kobe, Jepang, 16 Februari 1961. tersebut mengenang bahwa dirinya begitu dekat dengan NH Dini. Sejak dari kecil hingga remaja, kata dia, tertawa adalah ikatan kami.
Ada hal yang paling diingat saat NH Dini masih tinggal bersama Yves Coffin, dirinya dan sang adik Pierre Coffin. “Ingatan pertama saya kembali ke kehidupan kami di Phnom Penh. Ibu dan saya bermain dengan kucing kami. Kucing jantan ini suka sekali mencakar. Kami bermain, bersembunyi di bawah selimut, lalu si kucing akan menerkam,” kata dia.
“Saya kegirangan, takut, sekaligus terkejut, rasanya seperti naik roller coaster. Ibu menikmati saat-saat itu juga.”
Belakangan, ketika adiknya sudah besar, orang tuanya sering mengajak pergi piknik di tepi sungai atau di hutan di Fontainebleau, Paris pada hari Minggu. Saat-saat yang indah, makan di udara terbuka, lalu menjelajahi alam. “Ibu selalu punya hidangan piknik yang lezat, seperti rice salad dengan beragam-ragam sayuran.”
Hal yang paling dirindukan Claire dari NH Dini adalah tawanya. Ia pun menggambarkan NH Dini sebagai sosok ibu yang kuat dan mandiri, sekaligus penuh kasih dan peduli.
Lalu apakah ajaran apa saja yang tetap diingat Claire sampai sekarang? Ia menjawab, “Kedua orang tua saya sangat suka membaca. Kami dibesarkan bersama buku-buku. Akibatnya, adik dan saya juga banyak baca hingga kini.Ibu mengajarkan saya untuk menjadi pengamat orang. Terakhir, dia mengajarkan saya untuk makan makanan sehat dan bagaimana memasak. Pelajaran ini tak ternilai harganya.”
“Ibu menanamkan etika kerja keras pada kami. Dia membantu pekerjaan rumah saat kami masih kecil dan menekankan pentingnya belajar. Lalu terserah kami bagaimana menggunakan bekal luar biasa ini agar berhasil dalam hidup,” ujarnya.