Gaya Hidup

Selain Bumi Manusia, 5 Karya Pramoedya Ananta Toer Ini Patut Jadi Bacaan Milenial

MATA INDONESIA, JAKARTA – Hari ini sejarah mencatat kelahiran penulis legendaris, Pramoedya Ananta Toer. Ia lahir di Blora pada tanggal 6 Februari 1925.

Selain menjadi penulis, ia merupakan seorang pejuang hak asasi manusia dan kebebasan berbicara pada masa kolonial Belanda. Tokoh sastrawan Indonesia ini biasa disebut Pram.

Ia memiliki banyak karya-karya fenomenal yang terkenal, salah satunya adalah Bumi Manusia. Pram telah menghasilkan lebih dari 50 karya sastra yang diterjemahkan ke dalam 41 bahasa asing.

Novelnya yang berjudul Bumi Manusia kabarnya akan dibuat versi filmnya dengan bintang utama, Iqbaal Ramadhan. Selain Bumi Manusia, masih ada beberapa buku lainnya yang patut jadi bacaan kamu para millennials pencinta sastra dalam negeri. Simak berikut ini.

  1. Arus Balik
Arus Balik

Kamu gemar membaca novel dengan latar belakang sejarah, novel ini pasti bakal cocok banget buat kamu. Arus Balik menceritakan sebuah kisah yang berbalik setelah keruntuhan Kerajaan Majapahit. Dahulu, Majapahit adalah kerajaan maritim terkuat di Nusantara. Setelah wafatnya Gajah Mada, Kerajaan Majapahit runtuh dalam perang saudara dan masuknya agama Islam ke Nusantara.

Kerajaan-kerajaan yang berada di bawah kekuasaan akhirnya melepaskan diri. Selain kisah peperangan, dalam novel ini Pram pun mengisahkan bagaimana akulturasi budaya masyarakat Jawa yang dahulunya Hindu-Buddha menjadi Islam.

2. Arok Dedes

Arok Dedes

Novel ini menceritakan tentang sejarah perlawanan dan pemberontakan Ken Arok terhadap pemerintahan Akuwu Tumampel, Tunggul Ametung. Kisah Arok Dedes dianggap kisah kudeta pertama dalam sejarah Indonesia.

Kudeta unik ala Jawa, penuh dengan rekayasa, kelicikan, lempar batu sembunyi tangan, yang punya siasat menjadi orang terhormat, yang tak terlibat malah ditumpas sampai tamat.

3. Larasati

Larasati

Novel ini menceritakan kisah revolusi pada masa perjuangan bersenjata antara tahun 1945 – 1950, tentang para pahlawanan sejati dan munafik. Novel ini dianggap potret jujur gaya Pram tentang dua hal yang berbeda, yaitu tentang kebesaran dan kekerdilan, kekuatan dan kelemahan.

Dalam novel ini diceritakan sosok Larasati berasal dari Yogyakarta yang memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Ia dalah seorang bintang film di masa itu. Pram menggambarkan sosok Larasati seabagai wanita yang keras dan apatis terhadap nasionalisme.

4. Jejak Langkah

Jejak Langkah

Novel ini menjadi buku ketiga dari tetralogi Pulau Buru yang berisikan kisah pelik manusia Indonesia pada masa kolonialisme. Di novel ini, sosok Minke, tak memilih perlawanan bersenjata, dirinya lebih memilih jurnalistik sebagai alat perjuangan, dengan membuat sebanyak-banyaknya bacaan untuk pribumi. Tulisan-tulisannya yang mengkritik Belanda menyebabkan ia diusir dari sekolah kedokteran. Kemudian ia mendirikan majalah dan suratkabar pertama yang dimiliki dan dikelola pribumi.

Ada sebuah kutipan yang paling menarik dari novel ini adalah “Didiklah rakyat dengan organisasi dan didiklah penguasa dengan perlawanan”.

5. Gadis Pantai

Gadis Pantai

Cerita Gadis Pantai ini berdasarkan kisah pernikahan nenek dari Pram sendiri. Buku ini menceritakan kisah pernikahan dini dan kritik terhadap situasi sosial yang digambarkan Pram melalui tokoh yang bernama Gadis Pantai. Pram memberikan gambaran mengenai situasi feodalisme di daerah Jawa. Wanita selalu ditempatkan di posisi terbawah dalam budaya Jawa.

Gadis Pantai dipaksa untuk menikah dengan seorang priyayi ketika dirinya masih berusia 14 tahun. Setelah menikah dan tinggal di rumah priyayi selama beberapa tahun, Gadis Pantai hamil dan melahirkan seorang anak. Tak disangka-sangka, setelah melahirkan, Gadis Pantai diceraikan priyayi dan kembali ke kampung halamannya. (TA)

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close