
MATA INDONESIA, JAKARTA – Kebiasaan berbohong bukan persoalan etika belaka, tetapi menjadi masalah kesehatan jiwa. Di dunia kedokteran dikenal dengan istilah mythomania.
Mythomania berasal dari bahasa Yunani, “Mythos” dan “mania.” Secara harfiah artinya “gila terhadap hal-hal yang bersifat mitos”, atau “sesuatu hal yang belum yakin benar atau salah.”
Seperti dikutip togetherwhatever.id kata ini muncul pertama kali pada tahun 1891, dalam sebuah catatan medis milik Anton Delbrueck dengan istilah pathological liar, atau penyakit gemar berbohong. Barulah pada tahun 1905, Ferdinand Dupre mengenalkan sebutan mythomania.
Seseorang bisa dikategorikan mengidap mythomania, kalau dia melakukan kebohongan itu dalam rentang waktu lama.
Dikutip dari laman doktersehat.com mythomania ternyata terdiri dari dua kategori. Ringan dan akut.
Mythomania Ringan
Mereka yang mengidap mythomania ringan biasanya hanya menceritakan beberapa cerita karangan yang tidak berdampak besar bagi orang lain dan hanya untuk mendapatkan perhatian.
Mythomania Akut
Mereka yang memang sudah mengalami masalah mental akut akan cenderung memanipulasi segala hal. Biasanya bersikap sangat narsis, terlalu memperhatikan penampilan dan sangat mudah berinteraksi dengan kalangan manapun dengan cara membual.
Faktor Pemicu Mythomania
Biasanya, orang yang memiliki penyakit mythomania memiliki banyak faktor kegagalan dalam hidupnya, khususnya masalah keluarga.
Selain itu kegagalan dalam berteman, percintaan, studi, atau bahkan pekerjaan. Kebohongan bisa menjadi pelarian para pengidap mythomania dari pengalaman buruk tersebut.