
MATA INDONESIA, JAKARTA – Akhir tahun 2018 begitu terkesan bagi pelaku bisnis di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Tren ekonomi global sepanjang tahun 2018 dilaporkan berjalan dinamis.
Kondisi itu menjadi windfall alias berkah tersendiri bagi para investor di sektor ESDM, terutama kenaikan harga minyak dunia. Yang terbaru, nilai investasi ESDM di Indonesia pada periode tahun lalu tercatat di angka 32,2 miliar dolar AS, atau meningkat dari tahun 2017 yang hanya 27,5 miliar dolar AS.
“Angka itu kurang lebih hampir menyamai investasi di sektor ESDM di 2015 yaitu 32,3 miliar dolar AS,” kata Menteri ESDM Ignasius Jonan di Jakarta, Jumat kemarin.
Menurut Jonan, geliat investasi ini tak lepas dari imbas terdongkraknya Harga Minyak Mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil/ICP) dari awal Januari hingga Oktober 2018. Pada bulan tersebut, ICP sempat menyentuh level 77,5 dolar AS per barel, sebelum akhirnya turun kembali di bulan berikutnya, yaitu 62,9 dolar AS per barel.
Kondisi ini turut mempengaruhi investasi sektor Migas di tahun 2018 dengan memperoleh nilai sebesar 12,5 miliar dolar AS disusul kemudian minerba (11,3 miliar dolar AS, listrik (6,8 miliar dolar AS) dan EBTKE (1,6 miliar dolar AS).
Pemerintah, kata dia, juga telah melakukan mitigasi kebijakan yang tepat guna agar gejolak ekonomi global yang menekan harga minyak dunia tidak mempengaruhi daya beli masyarakat. Satu hal yang penting diantisipasi, kata Jonan, adalah komitmen Pemerintah tidak menjaga tarif listrik dan BBM agar terjangkau oleh semua masyarakat hingga akhir tahun 2019 ini.
“Yang penting adalah pemerintah tetap berkomitmen untuk tarif listrik itu kan dievaluasi tiap tiga bulan. Tapi sampai akhir tahun diharapkan tidak ada perubahan tarif listrik. Juga harga BBM sampai sekarang untuk premium atau gasoline 88, dan gasoil C48 itu kira-kira pertimbangan untuk (tidak ada) kenaikan harga,” ujar Jonan.
Sementara itu, target investasi sektor ESDM di tahun 2019 ditetapkan sebesar 33,34 miliar dolar AS, turun dari target di 2018 yang sebesar 37,2 miliar dolar AS. Apalagi mengingat tekanan harga minyak dunia dalam dua bulan terakhir mengalami penurunan.
Seperti yang terjadi pada bulan Desember 2018 lalu, melimpahnya produksi minyak mentah dunia sesuai laporan dari publikasi International Energy Agency (IEA) dan OPEC bulan Desember 2018.
Sebagai informasi, rata-rata produksi minyak mentah OPEC di bulan November 2018 mengalami peningkatan sebesar 100 ribu barel per hari. Jumlah ini jika dibandingkan bulan sebelumnya dan proyeksi pasokan minyak mentah negara-negara Non-OPEC di kuartal 4 2018 meningkat sebesar 180 hingga 400 ribu barel per hari.
“Atau menjadi 61,2 juta barel per hari dibandingkan proyeksi bulan sebelumnya.”
Ditambah kekhawatiran pasar atas melemahnya perekonomian global akibat eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina, serta ketidakpastian Brexit yang dapat membebani perekonomian Eropa.
Untuk kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak mentah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
- Melemahnya perekonomian China yang diindikasikan dengan lemahnya pertumbuhan penjualan ritel dan lemahnya pertumbuhan output industri.
- Lemahnya permintaan minyak mentah jenis direct burning dari Jepang akibat penggunaan bahan bakar pengganti dan kondisi cuaca yang lebih hangat dibandingkan tahun sebelumnya.
Faktor-faktor diatas mengakibatkan ICP pada bulan Desember 2018 mencapai 54,81 per barel dolar AS, turun sebesar 8,17 dolar AS per barel. Sementara rata-rata ICP SLC pada bulan Desember 2018 mencapai 55,63 dolar AS per barel, turun sebesar 8,30 dolar AS per barel dari 63,93 dolar AS per barel pada bulan sebelumnya.