News
Tingkat Kemiskinan per Maret 2017, Terendah yang Pernah Dialami Indonesia

Jakarta (MI) ā Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) terus berupaya mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia. Tingkat kemiskinan per Maret 2017 berhasil ditekan 0,22% menjadi 10,64% dari sebelumnya pada Maret 2016 10,86% atau berkurang sekitar 0,24 juta jiwa.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, ini merupakan tingkat kemiskinan terendah secara persentase yang pernah dialami Indonesia. Pada saat krisis 1998 tingkat kemiskinan yang berada di level 12% loncat ke 20% hingga perlahan turun ke kisaran 10%.
“Itu sebenarnya tingkat kemiskinan terendah secara persentase yang pernah dialami Indonesia,” kata Bambang di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Senin (18/12/2017).
Selain itu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) rata-rata turun 0,34% yang pada akhir tahun ditargetkan sebesar 5,5% atau sekitar 7 juta penduduk usia kerja. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga trrus mengalami peningkatan saat ini di level 70,99 dari sebelumnya 70,19.
“Program pembangunan dua tahun terakhir sudah menunjukan arah yg benar, karena kita sudah mulai fokus ke perbaikan seluruh aspek,” tambah Bambang.
Bambang menambahkan, salah satu upaya menekan kemiskinan adalah dengan menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi. Tingkat inflasi yang rendah juga harus terus dijaga sehingga mampu menjaga daya beli masyarakat, terutama masyarakat golongan terbawah.
Di sisi lain, peran investasi juga harus terus digenjot. Kehadiran investasi bisa menghadirkan lapangan kerja baru yang berimbas ke berkurangnya pengangguran.
“Bagaimana mengurangi pengangguran, ciptakan lapangan kerja, cari dulu investornya bisa dari luar dan dalam negeri. Artinya kita harus terus jaga tingkat investasi dan jaga iklim investasi,” ujar Bambang.
Hal lain yang juga terus dikebut pembangunannya adalah infrastruktur. Kehadiran infrastruktur di berbagai daerah bisa meningkatkan konektivitas. Sehingga akses dari satu tempat ke tempat lain menjadi semakin mudah yang membuat biaya logistik semakin efisien.
“Kalau bicara pemerataan, kemiskinan, infrastruktur jadi penting terutama yang berhubungan dengan konektivitas dan terkait kebutuhan dasar,” kata Bambang. (AVR)