Headline

TRANSFORMASI PANCASILA DI TANAH KELAHIRANNYA

LIBERALISME” merupakan satu-satunya ideologi yang tersisa di sebagian besar dunia yang telah beradab.  Demikian Fukuyama dalam bukunya “The End Of History And The Last Man (1992)”, lebih lanjut Fukuyama menjelaskan bahwa di Eropa Selatan, Amerika Latin, Eropa Timur dan Asia, ekonomi pasar bebas dan demokrasi parlementer dengan cepat menjadi norma, selain itu di sebagian besar wilayah dunia sekarang sudah tidak ada lagi ideologi dengan pretensi kepada konversalitas yang berada pada posisi menentang terhadap demokrasi liberal dan tidak ada lagi prinsip legitimasi universal kecuali kedaulatan rakyat.  (Fukuyama 1992 : 45) fenomena tersebut dilihat sebagai tanda-tanda dunia sedang bergerak ke dalam “Tatanan Baru” yang ia sebut sebagai “NEW LIBERALISME”.

Problem hakiki dalam konteks ke-Indonesiaan adalah betapa ruang kebangsaan sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat serta memiliki identitas Nasional ”Ideologi Pancasila” sedikit demi sedikit mulai kehilangan ruh dan mengundang dialektika dari berbagai kalangan baik yang bersifat optimis maupun pesimis.  Arus globalisasi yang sedemikian kuat dan dahsyat telah menjadikan dunia sebagai medan pertarungan dan pemasaran ideologi yang bersinggungan satu sama lain. Konsekuensinya adalah Pancasila yang selama ini didengungkan dan diagung-agungkan sebagai ideologi negara, sebagai kepribadian bangsa dan sebagai sumber dari segala sumber hukum (Ground Norm) saat ini terasa semakin kehilangan ruhnya.

Globalisasi yang identik dengan pasar terbuka (open market) dan semangat persaingan (competition) membuat Indonesia yang saat ini berada pada transisi demokrasi menjadi kehilangan jati diri, ideologi nasional Pancasila yang sebelumnya telah melembaga dan mengakar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kian terkikis.  Demikian pula katup-katup pengamanan sosial rupanya tidak bisa bekerja dengan baik karena memang tidak mudah untuk mengelola perubahan yang sangat cepat, selain itu terjadi bias dan kegamangan yang makin kentara terhadap ideologi Pancasila,  Akibat dari itu semua berbagai anomali sosial seakan menbanjir ditengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Menghadapi penomena tersebut, maka solusi jalan terbaik bagi bangsa ini adalah “ Transformasikan Pancasila di Tanah Kelahiranya”. Transformasi  itu sendiri menurut kamus bahasa Indonesia ada dua makna yaitu 1 perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, dsb): Asia Tenggara diliputi suasana transisi dan — akibat kemenangan mereka; terjemahan puisi yg baik kerap kali menuntut — secara besar-besaran; 2 Ling perubahan struktur gramatikal menjadi struktur gramatikal lain dng menambah, mengurangi, atau menata kembali unsur-unsurnya; men·trans·for·ma·si·kan v 1 mengubah rupa (bentuk, sifat, fungsi, dsb); mengalihkan: Pemerintah berhasil ~ benteng itu menjadi objek pariwisata; 2 Ling mengubah struktur dasar menjadi struktur lahir dng menerapkan kaidah transformasi

Dengan demikian transformasi adalah sebuah proses perubahan secara berangsur-angsur sehingga sampai pada tahap ultimate, perubahan yang dilakukan dengan cara memberi respon terhadap pengaruh unsur eksternal dan internal yang akan mengarahkan perubahan dari bentuk yang sudah dikenal sebelumnya melalui proses menggandakan secara berulang-ulang atau melipatgandakan.”.  Transformasi sejatinya bukan revolusi, bukan pula evolusi biasa tetapi harus dimaknai sebagai evolusi yang dipercepat (accelerated evolution)  atau root principles of democracy yang dilakukan secara gradual dan sistematis.  Konsekuensinya adalah bahwa hal-hal yang dimasa lalu tidak baik, tidak benar, tidak tepat, tidak cocok, tidak relevan dan seterusnya perlu disempurnakan dan diperbaiki khususnya yang berkaitan dengan aktualisasi proses demokrasi dan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tranformasi bukan bermakna penghancuran total dan emosional terhadap tata nilai, norma dan kaidah serta hasil-hasil dimasa lalu untuk kemudian dihancurkan secara membabi buta atau dengan cara sporadis mengganti nilai-nilai, norma, kaidah dan pranata yang baru untuk merubah seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara karena nilai-nilai baru pun disamping tidak menjamin kemapanan dan kesejahteraan sebagaimana yang didambakan juga belum tentu sesuai dengan nilai Pancasila sebagai ideologi negara, selain itu Pancasila telah teruji dan menjadi satu-satunya alat yang mampu menyatukan bangsa Indonesia dengan berbagai varian kebhinekaan. Sehingga diharapkan kepada semua anak bangsa untuk menghormati dan mengedepankan berbagai prasyarat untuk hidup bermartabat (living in dignity) sebagai segitiga yang bersifat universal yang meliputi demokrasi, rule of law serta perlindungan HAM. Transformasional tersebut harus dilaksanakan secara konsisten, dengan semangat kebangsaan yang terwadahi dalam nilai-nilai luhur Pancasila sebagai ideologi, falsafah dan dasar negaranya, disamping itu kesadaran masyarakat perlu terus di tumbuh kembangkan agar ideologi Pancasila sebagai ciri khas kepribadian dan jatidiri bangsa Indonesia dapat benar-benar menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pola pikir, pola sikap dan pola tindak dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  Transformasi  Pancasila terwujud dalam :

Pertama. Indonesia  adalah Negara hukum dan karenanya seluruh produk hukum yang berlaku harus mengacu kepada Ground Norm yang dikenal dengan nama Pancasila, pengaturan seluruh aspek kenegaraan seharusnya tersusun atas dasar nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila.  Formulasi hukum sebagai refresentasi nilai-nilai Pancasila tersebut, mengadopsi “Teory Stufenbaw Dest Richt” Hans Kalsen bahwa piramida hukum tersusun secara berjenjang dimana piramida yang dibawah tidak boleh bertentangan dengan piramida diatasnya demikian seterusnya dimana sebagai puncak piramida itu adalah Ground Norm yaitu Pancasila.  Politik hukum di Indonesia harus bertitik tolak dan konsisten terhadap hirarki peraturan perundang undangan baik pada substansi maupun materi muatannya agar nilai-nilai Pancasila benar-benar dapat terejawantahkan dalam segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang tereduksi dalam hukum positif sesuai dengan hirarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat (1) UU No 10 tahun 2004, dengan tata urutan mulai UUD 1945, undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah,  peraturan Presiden  dan peraturan daerah.  Disisi lain penyelenggaraan negara harus mengacu kepada aturan hukum dan setiap warga negara juga wajib tunduk dan taat pada hukum yang berlaku di negara ini, cita-cita hukum Pancasila harus direfresentasikan dalam kenyataan di masyarakat sehingga terjadi keseimbangan antara cita-cita hukum (das sallen) dengan kenyataan faktual (das sein).

Kedua. Bahwa negara Pancasila adalah negara demokrasi yang dalam keseluruhan kegiatan membuka peluang yang cukup besar bagi munculnya partisipasi masyarakat.  Hakikat demokrasi Pancasila adalah musyawarah untuk mufakat sehingga aktualisasi demokrasi harus mengedepankan nilai-nilai Pancasila, membuka kran kebebasan yang bertanggung jawab dan tidak melepaskan diri dari nilai-nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan, musyawarah dan keadilan.  Hak-hak politik sebagai bagian dari demokrasi dikembangkan berdasarkan keseimbangan antara hak dan kewajiban. sehingga tidak muncul pemaksaan kehendak secara individu, kelompok maupun organisasi yang bergerak melampaui norma dan kepatutan rambu-rambu demokrasi Pancasila yang mengedepankan semangat musyawarah dan mufakat.  Kebebasan bukan bermakna tanpa batas karena kebebasan sejatinya dibatasi oleh hak dan kewajiban azasi orang lain yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila itu sendiri.

Ketiga. Negara Pancasila adalah perwujudan organisasi rakyat Indonesia yang menata diri dalam satu cita-cita dan tujuan terwujudnya kesejahteraan masyarakat Indonesia secara lahir maupun bathin (negara hukum dan kesejahteraan yang demokratis) sebagai organisasi negara wajib menjamin keamanan, ketertiban dan kesejahtreraan masyarakat sehingga seluruh sistem kenegaraan harus ditata sedemikian rupa sebagai refresentasi perwujudan nilai-nilai Pancasila pada tatanan operasional.

Keempat. Negara Pancasila adalah persekutuan masyarakat/manusia dengan kepribadian religius, humanistik, antalogis manistik (cinta persatuan dan kesatuan) demokratis dan adil (Manusia Pancasila, Sujana : 2006).  Kepribadian masyarakat dan bangsa Indonesia serta filosofis Pancasila sebenarnya lengkap dengan berbagai nilai yang agung dan luhur dan sekaligus sebagai ciri khas entitas bangsa yang disebut Indonesia.  Namun demikian Pancasila dalam perkembangannya belum sepenuhnya terjabarkan dalam tata nilai, tata laku dan tata sikap di segenap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara bahkan dalam perkembangannya nilai-nilai Pancasila semakin mengawang-awang dan belum sepenuhnya dijadikan rujukan atau pedoman dalam mengatur tata kehidupan berbangsa dan bernegara.  Refleksi nyata dari sinyalemen tersebut adalah permaknaan Bhineka Tunggal Ika yang sampai hari ini masih menghadapi problem mendasar.

Kelima. Negara Pancasila berpilarkan Bhineka Tunggal Ika yang didalamnya terdapat berbagai varian perbedaan, perbedaan tersebut harus dapat menjadi  perekat persatuan dan kesatuan bangsa, nilai-nilai sosial kemasyarakatan sebagai implementasi dari nilai Pancasila dalam suasana keberagaman/fluralistik yang saat ini sedang teruji keberadaannya, konflik vertical dan horizontal,berkembangnya faham Radikalisme dan terorisme, sampai  gagasan memisahkan diri dari NKRI, terorisme, munculnya semangat primordialisme sampai dengan upaya pembentukan Negara Islam Indonesia (NII) oleh kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat menunjukan bahwa kebhinekaan kita belum tuntas dalam menyemangati dan memaknai bingkai persatuan dan kesatuan bangsa sehingga makna kebhinekaan perlu terus ditanamkan dan digaongkan kembali dari lintasan generasi bangsa.

Pancasila, saat ini berhadapan dengan tantangan global yang identik dengan liberalisme,  sebagai bangsa yang cerdas sudah sepatutnya kita tidak boleh terus mengeluh, menyerah dan marah tetapi bangsa yang mampu mengalirkan sumber daya dan potensi yang tersedia di arena global untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.  Prinsip dasar yang perlu dibangun adalah menjadikan Indonesia sebagai ladang yang teduh bagi bertemunya anak bangsa yang penuh dengan Kebhinekaan, proses reformasi, demokratisasi dan rekonstruksi harus berjalan secara damai tanpa kekerasan, menghentikan saling kecurigaan, polemik saling menyalahkan, memperkecil ruang konflik, menghargai keberagaman dan membangun kebersamaan perlu dikedepankan dan diberdayakan kembali dalam segenap aspek kehidupan, dengan cara tersebut bangsa ini akan mampu menata kembali kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan ideologi Pancasila yang dicita-citakan.

Dr. Tugiman

Pengamat Sosial dan Dosen Universitas Pasundan Bandung

Related Articles

Close