
MATA INDONESIA, JAKARTA – Eksistensi militer milik Kerajaan Majapahit ditakuti militer se-Asia sejak 1350 – 1389 AD. Selain karena strategi perangnya, mereka hebat lantaran memiliki senjata jenis meriam, yang diberi nama Cetbang (Cet-Bang).
Senjata dari perunggu ini merupakan buatan Patih Gajah Mada. Konon, ia mengenal meriam Cetbang pertama kali saat diasuh oleh tentara Mongol yang dikirim Kubilai Khan.
Cetbang sebenarnya pernah digunakan pasukan pimpinan Ike Mese saat ingin menggulingkan Kertanagara pada tahun 1293. Saat itulah Gajah Mada diajarkan pengasuhnya mengenai prinsip penggunaan senjata api Cetbang.

Saat memimpin militer Majapahit, Gajah Mada mengembangkan cetbang menjadi senjata kapal-kapal perang yang diciptakan Mpu Nala. Meski panjangnya hanya 1 meter hingga 3 meter, kemampuan cetbang ini membuat bangsa Eropa ketakutan.
Menurut catatan Portugis meriam Cetbang Majapahit tetap digunakan dan dilakukan improvisasi pada zaman Kesultanan Demak, terutama pada invasi Kerajaan Demak ke Malaka.
Bahan baku besi untuk pembuatan meriam jawa tersebut diimpor dari daerah Khurasan di Persia utara, terkenal dengan sebutan wesi kurasani.
Sementara pada prasasti Sekar disebutkan Cetbang diproduksi di Rajekwesi, Bojonegoro, sedangkan mesiu utamanya diproduksi di Swatantra Biluluk.
Setelah Majapahit runtuh, banyak meriam turunan cetbang di nusantara, khususnya di daerah Sumatera dan Malaya, Umumnya terbagi dalam dua tipe, yaitu Lela dan Rentaka.

Untuk jenis meriam Lela berukuran lebih kecil daripada meriam Eropa dan banyak digunakan di kesultanan-kesultanan Melayu baik di semenanjung Malaya, Sumatera maupun Kalimantan.
Selain berfungsi untuk senjata untuk melawan serangan musuh, meriam Lela juga digunakan dan dibunyikan pada saat upacara, misalnya dalam pengangkatan seorang raja, menerima tamu penting, melamar calon pengantin, dan menghormati kematian orang terpandang.
Sedangkan untuk jenis meriam Rentaka, meriam ini berukuran kecil, berlaras panjang dan terbuat dari besi. Istilah ini untuk membedakan dengan lela, versi ukuran normalnya.
Senjata ini banyak digunakan pada abad ke-16 di Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Rentaka adalah meriam kecil yang berlubang laras halus (smoothbore) dan diisi dari lubang moncong laras (muzzle loading).
Berbagai penemuan meriam cetbang era Majapahit juga terjadi di Pantai Dundee, Northern Territory, Australia pada 2 Januari 2010. Dari hasil riset oleh Department of Arts & Museum, Northern Territory Government disimpulkan bahwa meriam kecil (swivel gun) yang ditemukan terbuat dari perunggu diperkirakan berasal dari abad ke-16, sebelum penemuan benua Australia oleh penjelajah Inggris James Cook.
Setelah dibandingkan dengan meriam kecil lain dari Eropa maupun Asia, meriam kecil tersebut lebih mendekati model meriam kecil dari Asia Tenggara (meriam Ternate, meriam makassar, meriam bali) dibandingkan dari model Eropa.
Sehingga terdapat kemungkinan meriam tersebut berasal kapal makassar/bugis yang terdampar atau mendarat untuk mengambil air bersih di pantai utara Australia.

Selain itu juga pernah ditemukan di Dusun Bissorang, Kabupaten Kepualauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Di sana terdapat peninggalan meriam kuno berjenis Cetbang yang diperkirakan berasal dari zaman Majapahit.
Meriam ini dalam kondisi yang cukup baik dan dirawat oleh warga setempat. Warga setempat menyebut cetbang ini ba’dili atau Papporo Bissorang.
Buat kalian yang ingin melihat kondisi asli meriam cetbang, dapat mengunjungi beberapa museum berikut ini:
1. Museum Bali, Denpasar, Bali. Meriam Bali kategori Cetbang ini terdapat di pelataran Museum Bali.
2. Metropolitan Museum of Art, New York, Amerika Serikat. Meriam yang tersimpan disana diperkirakan berasal dari abad ke 14, terbuat dari perunggu dan berdimensi 37,7×16 inchi atau panjang 0,96 meter dan lebar 0,4 meter.
3. Museum Talaga Manggung, Majalengka, Jawa Barat